1.
PROFIL
KENEGERIAN
BATU SANGGAN
Sejarah
Masyarakat Kenegerian Batu Sanggan
Sejarah
Kenegerian Batu
Sanggan merupakan kenegerian induk di kekhalifahan Batu sanggan, yang terdiri
dari 6 kenegerian termasuk Batu Sanggan. Kenegerian lainnya yaitu Miring, Gajah
Betalut, Terusan, Pangkalan Serai dan Aur Kuning. Seluruh kenegerian berada di
sepanjang aliran sungai subayang dan Kenegerian Batu Sanggan berada di bagian
paling hilir.
Kenegerian Batu
Sanggan diambil dari kata Sanggan artinya adalah sebuah Periuk Besar, nama ini
telah di gunakan sejak zaman dulu, ceritanya dulu ada sebuah periuk yang di
tenggelamkan oleh masyarakat di dasar muara sungai, sehingga sungai ini diberi
nama dengan nama Sungai Sanggan, dan pada masa itu masyarakat Batu Sanggan
sedang tinggal/bermukim di sekitar muara sungai Batu Sanggan.
Pada saat ini
Kenegerian Batu sanggan telah berpindah tempat ke seberang sungai yang berada
lebih kehilir, perpindahan terjadi di sebabkan untuk mencari tempat tinggal
yang lebih aman, karena masyarakat Batu Sanggan takut dengan ikan di muara
sungai Batu Sanggan, pada waktu itu ikan berukuran sangat besar dalam jumlah
yang banyak selalu menakut-nakuti penduduk yang sedang berada di sungai, dan
bahkan di kejar oleh ikan-ikan besar tadi.
Sejarah
asal usul masyarakat Kenegerian Batu Sanggan
Kisah
terciptanya Adam yaitu kakek segala manusia, yang terdapat didalam kitab
Al-Qur’an dan kitab-kitab suci lainnya. Adam adalah Nabi Allah yang pertama,
menurut kata kisahnya Malaikat Jibril yang berusaha mengumpulkan tanah yang
akan diciptakan menjadi Adam, yaitu berasal dari tanah yang baik & suci,
yaitu tanah tempat ka’bah berdiri, tanah surge jannatun turus, tanah Baitul
Makdis, tanah Hindi, tanah Arafah, tanah Madimah dan tanah Khaf. Tujuh tanah
yang Mulia ditempa menjadi lembaga Adam, dan kemudian dari itu diciptakan
Manusia sejenis lagi yaitu Siti Hawa nenek segala Manusia, Adam & Hawa
dikawinkan oleh Tuhan dengan bersaksikan para Malaikat didalam Surga. Karena
Adam & Hawa melanggar larangan yaitu memakan buah Khuldi keduanya diusir
kedunia secara terpisah, beberapa ratus tahun mereka tidak dipertemukan,
akhirnya dengan izin Allah mereka bertemu kembali di padang Arafah.
Bertemunya
Adam & Hawa, terjadilah perkembang biakan, dengan kelahiran anak-anaknya
sepasang-sepasang (1 laki-laki, 1 perempuan), menurut kisah jumlah anak Nabi
Adam yang jumlahnya berlipat ganjil yaitu sebanyak 99 orang, dan untuk pengembang
biakannya yaitu: anak kembar laki-laki pertama dikawinkan dengan anak kembar
perempuan yang kedua dan seterusnya sampai kepada anak yang nomor 98 jadi anak
bungsu nomor 99 tidak dapat jodoh yang bernama Sis, maka dari itu turunlah
seorang Bidadari dari surge bersama Malaikat, untuk dikawinkan dengan Nabi Sis,
dengan alasan bahwa Sis akan memakai isteri Bidadari itu kelak, di Yaumil
Mahsyar (surga) dan sewaktu didunia ia beristeri orang biasa, dan Sis kawin
dengan keturunan saudara-saudaranya, karena sesudah berkembang biak.
Pada
suatu Kisah Nabi Sis ini diciptakan Tuhan mempunyai bertanduk Emas yang bernama
Jati-jati, salah seorang dari Saudara Sis sangat takut melihat tanduk itu lalu menanggalkan
dan menjelma menjadi sebuah Mahkota sanggahana.
Dari
keturunan raja yang bertanduk Emas inilah yang bergelar Raja Iskandar
Zulkarnain. Kemudian cerita/mitos itu melanjutkan, bahwa ada seorang putri yang
cantik di negeri Ruhum putri dari seorang penguasa dinegeri Ruhum itu, sehingga
Raja Iskandar Zulkarnain mengawininya dan mendapat anak 3 (tiga) orang. Yang
tertua bernama Sultan Maharaja Alif dan yang tengah bernama Sultan Maharaja
Depang dan yang bungsu bernama Sultan Maharaja Diraja, setelah mereka dewasa,
mereka diberi wasiat untuk mencari tempat jajahan berkuasa yaitu untuk sultan
Maharaja Alif Kenegeri Rusi Maharaja Depang kenegeri Cina dan Sultan Maharaja
Diraja yaitu kearah kepulauan Khatulistiwa atau bagian selatan dengan membawa
kebesaran masing-masing.
Maharaja
Diraja membawa mahkota yang bernama “Mahkota Singgahana” dan Maharaja Depang
membawa semacam senjata yang bernama “Jurpa Tujuh” Maharaja Alif membawa
sebilah keris, yang bernama “Sempana Ganja Iris” dan lelo yang tiga pucuk dan
sebuah pedang yang bernama “Sabilullah”.
Setelah
tiba waktu yang tepat, maka berlayarlah ketiga Maharaja tadi dengan sebuah
kapal menuju arah ke Timur, menuju pulau Langgo Puri. Setelah tiba di lautan
Baharullah dekat pulau Sailan timbul niat buruk dari Saudara-saudara Maharaja
Diraja untuk mengambil/merebut Mahkota tersebut dari Maharaja Diraja, jika ia
tidak mau memberikan kapal akan ditenggelamkan, kerena takutnya Maharaja Diraja
kepada Saudaranya, maka diserahkan lah Mahkota itu.
Tetapi
apa yang terjadi, mahkota jatuh masuk lautan, keatas setumpuk karang dan pada
saat itu datang seekor ular naga membelit mahkota itu, ketika itu ketiga anak
Raja itu jatuh pingsan, karena jatuhnya Mahkota tersebut. Sampai mereka
tertidur berhari-hari. Setelah saat kejadian tersebut maka bangkitlah seorang
dari pengiring Maharaja Diraja yang bernama Casi bilang pandai, supaya Raja
tidak kecewa, ia harus bisa menciptakan Mahkota baru, pada saat Raja sedang
tidur ketiga-tiganya, yang masih dalam keadaan pingsan. Maka dicarikanlah
seorang pandai ukir didalam kapal untuk mengukir sebingkah Emas “Sejati-jati”
lalu dibuatlah Mahkota tiruan dengan cara meneropong Mahkota asli yang ada
dalam lautan, yang dilkukan oleh pandai ukir, setelah Mahkota sudah tukang
dibunuh, sehingga tidak dapat ditiru lagi. Kemudian Raja-raja dibangunkan bahwa
Mahkota sudah dapat dan saudaranya menyerahkan kepada Maharaja Diraja dan pada
saat itulah ketiga anak Raja tadi berpisah, maka raja Alif kembali ke negeri
Ruhum, Maharaja Depang terus ke Cina dan Maharaja Diraja terus berlayar menuju
Tenggara, menuju sebuah pulau yang bernama Jawa Alkibri, dan kemudian berobah
nama Sumatra atau pulau Andalas. Maharaja Diraja membawa pengiring antara lain
seekor Anjing Mualim, seekor Kucing Siam, seekor Kambing Hutan, seekor Harimau
Compo, binatang-binatang ini bukanlah binatang tetapi adalah Manusia tetapi
sifatnya sesuai dengan jenis nama Binatangnya.
Setelah
beberapa lama berlayar kelihatanlah sebuah cahaya memancar sebesar telur Ayam
yaitu puncak Gunung Merapi yang tampak dari kejauhan. Pada ketika itu daratan
belum lagi luas. Setelah dekat kepuncak Gunung merapi, waktu akan mendarat
kapal terhampar kebatu karang, sehingga mengalami rusak berat, pada waktu itu
Raja berjanji pada pengikutnya siapa bisa memperbaiki Kapal, kelak akan
dikawinkan dengan anaknya yang pandai-pandai antara lain, Harimau Campo,
Kambing Hutan, dan Kucing Mualim. Setelah kapal baik kembali, mereka mendarat
menuju Puncak Gunung Merapi.
Pada
saat itu terjadilah Bumi menyentak naik dan laut menyentak turun dan maka
timbul daratan rendah dan padang pasir.
Setelah
beberapa lama tinggal di Puncak Gunung Merapi, mereka turun kedaratan rendah
dikaki Gunung Merapi membuka lahan Pertanian dan membangun sebuah Kampung yang
diberi nama Kota Pariang dan kemudian disabuik Pariangan Padang Panjang.
Pariangan artinya Tempat yang masyarakatnya selalu riang dan Padang adalah
suatu hamparan lahan yang subur dan indah.
Setelah
beberapa lama Negeri bahuni dengan kekuasaan Tuhan terpancarlah awan putih
Empat Jurai, Sejurai menunduk keluhak Agam, Sejurai ke Tanah Datar dan Sejurai keluhak Lima Puluh dan yang sejurai lagi ke
Candung Lasi yaitu sebagai kiasan kesanalah nanti para tukang yang memperbaiki
Kapal sebagaimana janji Raja yang telah mengawini anak-anaknya. Yang turun ke
Tanah Datar yaitu yang di Pertuankan Sendiri dan turun ke Luhak Agam adalah
Harimau Campo dan turun ke Luhak Lima Puluh Kambing Hutan yang turun ke Candung
Lasi Kucing Mualim. Cati bilang pandai dan Dt. Suri Dirajo sebagai wakil Rajo
(yaitu Sultan Maharajo Dirajo). Kemudian menyusun peraturan dalam Nagari
Pariangan Padang Panjang yang akan dipakai penduduk Nagari.
Setelah
peraturan dibuat maka turunlah ke Luhak masing-masing, yang telah ditentukan
setelah Raja maninggal dunia (Maharajo Diraja) dengan meninggalkan 4 anak perempuan
dan seorang Laki-laki yang bernamo Sutan
Paduko Basa yang bergelar Datuk Katumanggungan dan kemudian Cati Bilang Pandai
kawin dengan isteri Raja dan mendapatkan anak Laki-laki bernama Sakolak Dunia
yang bergelar Datuk Parpatih Nan Sabatang.
Setelah
itu oleh Cati Bilang Pandai dan Dt. Suri Dirajo membagi daerah sebagai
peraturan yang akan dipakai oleh penduduk setempat, yaitu daerah Datuk
Katumanggungan dari air Pasang-pasangan sampai ke jambi Sembilan Lurah, sampai
Palembang dan pulau Langgo Puri, hingga laut yang Sadidih itu kawasan peraturan
Datuk Katumanggungan.
Sedangkan
kawasan Datuk Parpatih nan Sabatang yaitu dengan batasan oleh Datuk
Katumanggungan hingga air pasang-pasangan sipisak-sipisau hanyut durian ditokuk
Raja, Sialang Balantak Besi, seiliran batang sikijang, Teratak Air Hitam,
sampai katanjuang Simaliau, itulah kawasan peraturan datuk Parpatih nan
sabatang serata Alam Minang Kabau. Karena sudah lama negari di diami orang maka bertambah banyak juga jumlah orang,
masing-masing pengikut Datuk Tumanggungan dan Parpatih nan sabatang mencari lahan Pertanian
dan bertempat tinggal di daerah itu sesuai batas yang sudah disepakati antara
Katumanggungan dengan Parpatih nan sabatang. Diluhak tanah Datar dari pengikut
Parpatih nan sabatang tersebutlah yang akan turun ke sungai Kampar Kiri, Sungai
Ombun, sungai Kakak Tuo, ado 6 (enam) pasang Datuk bersama keluarganya melalui
hulu sungai Ombun, sungai Subayang bak kiri sabanyak 3 (tigo) Datuk yaitu:
Ø Datuk
Basunguik Ijuak
Ø Datuk
Panggodang Hati
Ø Datuk
Dinding di pungguang
Datuk Basunguik Ijuk (Kumis Ijuk) singgah di
Songgan, yang sampai saat ini bergelar Datuk Songgan, Datuk Panggodang Hati
(Pembesar Hati) terus kehilir sampai ke Kuntu Taeroba, bergelar Datuk Raja
Godang (Raja Besar), Datuk Dinding di punggung terus hilir ke Lipat Kain
bergelar Raja Babanding, Datuak nan turun ka hulu Batang Bio:
Ø Datuk
Pundak Besar singgah di Ludai, bergelar Datuak Raja Besar kedua.
Ø Datuk
Bandando sampai Ke Ujuang Bukit
Ø Datuk
Sutan Bungsu sampai ke gunung Ibul/Gunung Sahilan bergelar Raja Sutan.
Pada waktu itu dihulu sungai Siantan sudah
ada suatu kerajaan yang bernama kerajaan Putri Lindung Bulan yang Rajanya
berasal dari Hindustan yang mana Kerajaan ini pernah diserang oleh Raja
kedatangan Hindustan juga, karena beliau tidak bisa memerangi Raja/Ratu Putri
Lindung Bulan Aditiawarman terus lari arah ke barat setelah beberapa lama dalam
perjalanan mereka sampai ke Luhak Tanah Datar, karena ia lengkap membawa
senjata Aditiawarman disambut dengan baik oleh penduduk Tanah Datar karena
takut dengan kelengkapan senjatanya, setelah beberapa lamanya dan akhirnya
Aditiawarman menjadi penguasa dan menobatkan dirinya sebagai Raja Minang Kabau
di Pagaruyuang dengan menaklukkan tiga jurai Aditiawarman berkuasa 1339 sampai
1376 dan anaknya Anggawarman 1377 sampai…..
Ø Sultan
Bakilap Alam, adalah raja pertama yang diakui.
Ø Sultan
persembahan.
Ø Sultan
Alif.
Ø Sultan
Banandangan.
Ø Sultan
Bawang (Sultan Muning l )
Ø Sultan
Patah (Sultan Muning ll)
Ø Sultan
Muning lll.
Ø Sultan
Sembahyang.
Ø Putri
Gadih Reno Sumpur.
Ø Sultan
Ibrahim.
Ø Sultan
Usman.
Aditiawarman tidak tercatat sebagai Raja
Minang Kabau tetapi berkuasa di Minang Kabau Pagaruyung, bersama anak
keturunannya yaitu Anggawarman sampai Raja pertama yang di nobatkan. Dan
selanjutnya kembali kepada pengikut Parpatih Nan sabatang, yang turun dari
luhak Lima Puluh, adalah 5 (lima) datuk ke Lima Kota (Kuok, Bangkinang, Salo,
Air Tiris, dan Rumbio) di sungai Kampar Kanan, dan tiga datuk ke gunung lelo
malintang, dan Muaro Takui (Muara Takus). Di Kampar Kiri diantaranya Dt.Raja
Godang yang di Kuntu. Dengan telah hilangnya kerajaan Putri Lindungan Bulan di
sungai Siantan, yang disebut Kerajaan Minang Kabau Timur, atau kerajaan Minang
Tauwan/Kuntu Kampar.
Kejadian-kejadian
penting
Salah satu cerita
sejarah kampung di Kenegerian Batu Sanggan tentang kedatangan tamu yang tak
diundang yaitu Gak Jao, Gak Jao artinya orang bagak dari Jawa. Dari Cerita
masyarakat bahwa Gak Jao adalah Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit yang
datang ingin membawa Putri Lindung Bulan. Gak Jao di cirikan dengan manusia
yang bertubuh tinggi besar, kedatangan Gak Jao membuat resah sehingga
masyarakat bersembunyi meninggalkan kampong. Gak Jao kesulitan dalam mencari
penduduk dan arena kesalnya Gak Jao mencincang sebuah batu besar sebanyak tiga
kali dengan menggunakan pedang yang telah di asah di muara sungai kecil dan
oleh sebab itu di beri nama Sungai Kiliran, dan batu yang di cincang tadi di
beri nama Batu Bolah/Batu Belah, dan saat ini batu yang disebut Batu Bolah
masih ada tepat di depan muara sungai Batu bolah.
Pada
Tahun 1978 terjadi bencana banjir besar di Sungai Subayang yang menyebabkan
beberapa rumah penduduk hanyut terbawa air sungai di Sembilan Kenegerian yang
berada di Kampar Kiri Hulu. Tidak ada korban jiwa namun kerugian breupa materi
yang tanggung masyarakat, dan masyarakat berinisiatif memindahkan pemukiman
ketempat yang lebih tinggi. Bencana banjir beberapa tahun belakangan banjir
yang terjadi menyebabkan terjadinya kelangkaan bahan pangan untuk beberapa
minggu, karena sungai yang meluap sehingga tidak memungkin lagi untuk
menggunakan jalur air untuk mendistribuiskan bahan pangan.
Pada
tahun 1975 terjadi perpindahan penduduk yang cukup besar dari kampung, hal ini
di sebabkan karena Harimau selalu masuk ke dalam kampong pada waktu sore,
walaupun tidak ada korban jiwa, penduduk merasa khawatir dengan kejadian ini
dan beberapa penduduk memutuskan untuk pindah. Pada saat sekarang perpindahan
penduduk untuk keluar kampong tetap terjadi, hal ini di sebabkan dengan di
tetapkannya wilayah mereka sebagai kawasan lindung Suaka Margasatwa Bukit
RImbang Bukit Baling (SM BRBB) dan bagi mereka yang sudah mampu dalam hal
ekonomi akan berupaya untuk pindah ketempat yang lebih baik.
Sosial
dan ekonomi
Masyarakat
Kenegerian Batu Sanggan
Kependudukan
Kenegerian
Batu Sanggan yang saat ini disebut dengan Desa Batu Sanggan, pada tahun 2004
terjadi pemekaran menjadi dua desa yaitu Desa Batu Sanggan dan Muaro Bio. Desa
Batu Sanggan dan Muaro Bio secara administrasi berada di dalam Kecamatan Kampar
Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Batu Sanggan terbagi atas 4
Dusun. Jumlah penduduk Desa Batu Sanggan
berjumlah 434 jiwa, dengan jumlah kepala Keluarga (KK) berjumlah 130 KK, dengan
jumlah laki-laki berjumlah 237 Jiwa dan perempuan berjumlah 197 Jiwa. Sedangkan
Desa Muaro Bio ini terbagi atas 4 Dusun. Jumlah kepala Keluarga (KK) Desa Muaro
Bio berjumlah 40 KK. Sumber mata pencarian utama masyarakat adalah hasil kebun
karet.
Masyarakat
adat Kenegerian Batu Sanggan tetap bertahan dalam tekanan-tekanan yang terjadi,
baik karena terisolasinya kampong dari hubungan luar, lambatnya pembangunan,
dan tuduhan perusak lingkungan yang di berikan kepada masyarakat karena berada
di dalam kawasan lindung. Perpindahan penduduk untuk mencari kehidupan yang
layak dan lebih baik di tempat lain selalu terjadi, beberapa hal yang
menyebabkan perpindahan penduduk diantaranya, kemampuan ekonomi yang baik,
seperti hasil penjualan Gaharu. Namun banyak juga yang kembali ke kampung,
karena tidak terbiasa dengan kondisi kehidupan di luar.
Sarana pendidikan
Kenegerian
Batu Sanggan memiliki fasilitas sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD)
sampai tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP). Untuk melanjutkan sekolah ke
tingkat Sekolah Menegah Umum (SMU) masyarakat harus menyekolahkan anak-anaknya
paling tidak di sekolah terdekat di SMU yang berada di ibukota kecamatan Kampar
Kiri Hulu yaitu Gema, dengan transportasi yang tidak memungkinkan untuk pulang
harian maka anak-anak sekolah terpaksa untuk menyewa rumah sebagai tempat
tinggal selama sekolah dan baru pulang pada hari sabtu ke kampong
masing-masing. Rata-rata masyarakat disini sekolah hanya sampai tingkat SMU.
Kesehatan
Fasilitas kesehatan
yang ada di kenegerian Batu Sanggan adalah Posyandu.
Mata
Pencarian
Mata
pencarian masyarakat secara umum adalah berkebun karet, kebun karet merupakan
pendapatan ekonomi pokok masyarakat, dan masyarakat sangat menggantungkan
hidupnya dari hasil karet tersebut. Kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam
berkebun karet adalah, musim hujan yang tidak menentu yang berdampak pada
produksi karet, kebun karet yang jauh dari kampong sehingga harus
mandah/menginap di ladang, masyarakat memiliki kebiasaan pergi ke kebun pada
hari sabtu dan pulan pada hari kamis depan, dan biasanya dilakukan seluruh
keluarga kecuali yang masih sekolah.
Mata
pencarian sampingan masyarakat adalah mencari ikan, mencari ikan lebih di
utamakan dalam pemenuhan gizi dan pangan keluarga dan jarang terjadi jual beli,
jika ada masyarakat yang menjaring ikan dan mendapatkan hasil yang berlebih maka
ikan akan di bagikan kepada tetangga. Mengambil hasil hutan seperti damar,
rotan, gaharu dan lain-lain, gaharu merupakan hasil hutan yang bernilai tinggi
namun ketersediaan gaharu sudang mulai hilang, sudah tidak banyak masyarakat
yang mencari gaharu. Damar selain di jual ke pasar, dammar juga di manfaatkan
untuk membuat sampan sebagai bahan untuk menutupi celah antar papan. Sedangkan
untuk rotan di manfaatkan berdasarkan permintaan dari pasar, jika tidak rotan tidak dimanfaatkan.
Sistem
Kepercayaan
Masyarakat mayoritas beragama islam,
Sarana
Ekonomi
Sarana
ekonomi yang dimiliki oleh kenegerian Batu Sanggan diantaranya pasar harian dan
mingguan, Pasar mingguan yang diadakan pada hari kamis yag berada di ibukota
kecamatan Kampar kiri hulu, sedangkan untuk pasar harian, biasanya ada beberapa
sampan yang pindah dari kampong kekampung-kampung untuk menjual kebutuhan
sehari-hari, dan dapat ditemukan dalam sehari satu kali.
Sarana
Perhubungan
Sungai adalah jalur transportasi satu-satunya
untuk menuju ke kampong atau kekota, sedangkan untuk didalam pemukimam terdapat
jalan beton (Semenisasi).
Kewilayahan
Satuan
wilayah di Kenegerian Batu Sanggan menggunakan penyembutan wilayah yang secara
umum menurut adat terbagi dua yaitu negeri artinya daratan dan rantau artinya
sungai, wilayah daratan di bagi lagi menjadi wilayah suku, setiap kenegerian
pembagian wilayahnya bergantung dengan jumlah suku di dalam kenegerian dan
keputusan-keputusan yang berlaku di dalam adat, saat ini wilayah di kenegerian
Batu Sanggan tidak lagi menggunakan persukuan, melainkan menggunakan wilayah
kenegerian.
Setelah
berdirinya pemerintahan desa wilayah dibagi menjadi dua wilayah desa, dan
didalam desa terbagi lagi menjadi beberapa dusun layaknya seperti desa-desa
yang ada di tempat lainnya.
Perbatasan/Tetanggan
Kenegerian Batu Sanggan
Utara : Kenegerian Koto Lamo
Selatan : Kenegerian Kuntu, Aur Kuning dan Sei Paku
Barat : Kenegerian Miring
Timur : Kenegerian Tanjung Belit
Konsep Kewilayahan
Konsep
wilayah Kenegerian di Kampar berdasarkan sejarah adatnya sering di sebut dengan
istilah “Air yang berkecucuran dan tanah yang berketelengan” yang artinya
daerah cucuran air atau disebut hulu-hulu sungai yang berada di puncak bukit
merupakan batas alam wilayah kenegerian. Sehingga Kenegerian bertanggung jawab
atas keseimbangan daerah aliran sungai nya, seperti Batu Sanggan wilayahnya
sama dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sidur yang merupakan Sub-DAS Subayang.
Jadi dapat dikatakan bahwa konsep kewilayahan adat Kenegerian Batu Sanggan dan
sekitarnya adalah berdasarkan DAS.
Sejarah bermula dari pertambahan panduduk
sudah bertambah banyak, Dt. Marajo Besar Ludai mengadakan musyawarah dengan 5
datuk yang berada di Kampar Kiri, untuk menentukan batas luhak, seperti Luhak Ludai,
Luhak Songgan, Luhak Ujung Bukit dan Luhak Kuntu, di sebut sebagai Rantau
Andiko, dan Luhak Gunung Sahilan di namakan Rantau Daulat (Rantau Rajo) disebut
aie nan bakabung, sarato hutan nan babateh, yaitu air nan bakacucuran, tanah
nan bakatelengan (air nan cucur tanah nan teleng, Luhak itu nan punyo), “
artinya air yang terkabung, serata hutan yang berbatas. Yaitu air yang
bercucuran (Hulu Sungai), tanah yang miring adalah wilayah sebuah luhak).
Sebagai Concang Lareh Nagori Songgan yaitu
Dt. Basunguik Ijuk dengan memiliki suatu daerah dengan berpedoman air nan
bakacucuran, tanah nan bakatelengan, yaitu Lareh Kiri (Sungai Subayang), sepakat
bersama dengan datuk yang berlima untuk mengambil suatu kesepakatan batas
ulayat kekhalifahan/ daerah masing-masing. Seperti Luhak Songgan, berbatasan
dengan unggan sumpur Kudus, tanah Khalifah Ludai, tanah rajo Indragiri dan
tanah datuk Bandaro Ujung Bukik dan lain-lain sebagai berikut:
Dengan
Luhak Ujung bukik adalah dengan sabutan batas di sungai yaitu: sungai dua
bertentangan batu tunggal di tengah, tanah bakatelengan air bakacucuran, bukit
bualo sebelah kanan Hilir sungai, meniti bukit palambaian, terus ke bukit baka
dan turun kebatu tangguak perbatasan dengan Luhak Ludai dan terus ke sungai
sorak sampai ke hulu ampilik, terus ke hulu sungai talago, sampai ka gunung
Jodi, puncak bono, sumpur kudus, linggam si lantai (Sumbar), bukik cundung
lencung, terus ke hulu subayang, dan batas lumbuang, hulu buku jano, jo hulu Beirut,
sampai ke hulu Sidur, sungai Garing kecil kiri, sampai ka hulu Siantan
perbatasan dengan luhak Kuntu, turun ke bukit Kuaran, terjun ke bukit Batu Pandan
(Lubuk sempadan dahulunya).
Habis masa berganti masa, keturunan datuk
Songgan sudah batambah banyak, tempat membangun rumah sudah sempit, lahan tempak bertani sudah kurang, maka bermufakatlah
datuk Songgan dengan anak cucunya untuk mencari lahan baru yaitu sahingga lahan
Dt. Songgan ke hilir yaitu dua keluarga sampai ke tikun ada pula nan sampai ke
kota rendah Gajah Bertalut, sampai ke Beirut, sampai ke sungai Terusan yang terakhir,
dan yang di Pangkalan Serai, datang kemudian yaitu langsung dari Tanah
Datar/Pagaruyung.
Kondisi Fisik wilayah
Kondisi
geografis wilayah Kengerian Batu sanggan adalah berbukit-bukit dengan
kemiringan ekstrim dan merupakan bagian dari gugus bukit barisan yang berada di
propinsi Riau, kondisi seperti ini yang sngat sulit untuk mencari daerah yang
datar. Kaki bukit di aliri air yang jernih di sungai-sungai dengan dasar
berbatu dan berarus deras. Sangat sulit untuk mencari daerah datar yang
berpotensi di manfaatkan sebagai wilayah pemukiman.
Keterikatan
masyarakat terhadap wilayah adat
Wilayah
adat memiliki kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah, yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat adat, keterikatan masyarakat juga menyangkut hal ekonomi,
ekologi, budaya, flora, fauna dan lingkungan hidup. Fungsi ekonomi yang
terkandung dari wilayah adat diantaranya karet, rotan, dammar, kayu,
buah-buahan, rempah-rempah dan sayur. Fungsi ekologi diantaranya keseimbangan
Harimau, Babi, Monyet dan ular terkait keseimbangan serangan hama tanaman.
Sistem Penguasaan Tanah dan Sumber Daya Alam
Aturan adat
Aturan dalam melakukan penguasaan
tanah dan sumber daya alam melalui aturan yang sangat sederhana, masyarakat
hanya perlu menyampaikan kepada ninik mamak. Hal ini di lakukan agar tidak
terjadi tumpang tindih antara lahan masyarakat.
Jenis Kepemilikan
Jenis-jenis kepemilikan sumberdaya
alam
1.
Kawasan hutan adalah kawasan dengan
kepemilikan Komunal
2.
Kawasan Pemukiman dan Perkebunan adalah
kawasan dengan
kepemilikan pribadi yang diturunkan
berdasarkan keturunan.
3.
Kawasan sungai adalah kawasan yang
kepemilikannya berkelompok
dan Komunal, seperti
lubuk larangan yang di inisiasi oleh pemuda adat.
Pengaturan system kepemilikan
Kepemilikan
tanah perorangan di akui oleh masyarakat lain jika ada yang akan mengelola
lahan yang belum ada pemiliknya maka akan dianggap sebagai orang yang berhak
atas lahan tersebut, dan akan di turunkan kepada generasi berikutnya. Jika akan
mengelola lahan yang sudah pernah di kelola oleh penduduk lain akan
diperbolehkan jika telah mendapat ijin dari pengelola sebelumnya dan berstatus
pinjam pakai, dan tidak ada proses jual beli antar komunitas.
Pengaturan
pemanfaatan sumber daya alam
Ada
beberapa aturan adat yang teridentifikasi, yaitu aturan pengelolaan lubuk
larangan, dan aturan pengelolaan lahan, namun ada yang masih terus bertahan dan
ada aturan adat yang telah mengalami pergeseran. Aturan pengelolaan sungai
melalui Lubuk Larangan, Lubuk larangan adalah sebagian aliran air sungai yang
tidak di benarkan untuk di ambil ikannya dalam batas waktu yang tidak di
tentukan, sampai ada kata sepakat oleh seluruh komponen masyarakat untuk
membuka lubuk larangan untuk di ambil ikannya dan di batasi dalam waktu satu hari,
kemudian di tutup kembali. Ikan yang di kumpulkan akan di lelang, Lelang di
ikuti oleh masyarakat kenegerian sekitar bahkan orang luar. Hasil dari lubuk
larangan akan di jadikan kas Kelembagaan Adat, Mesjid, Kelompok Pemuda dan
Pemerintah Desa.
Sistem Perkebunan dan pertanian tradisional
Wilayah yang dijadikan perkebunan, pertanian dan kesesuaiannya.
Wilayah
kenegerian Batu Sanggan yang dapat di manfaatkan sebagai kebun sangat sedikit,
tidak banyak pilihan buat masyarakat, dengan tipe lahan yang berbukit, dengan
keadaan alam yang ekstrim masyarakat adat mampu bertahan dengan kearifan lokal,
pada umumnya lahan yang digunakan untuk lahan perkebunan adalah wilayah yang
mudah di jangkau, biasanya berada di dekat sekitar sungai dan yang sedikit
landai. Dengan keadaan kemiringan lahan yang ekstrim masyarakat menggunakan
pola agroforestry, dimana tanaman karet berdampingan dengan tanaman rimba
campuran dan tanaman khas hutan hujan tropis dataran rendah.
Aturan Adat
Pembagian Ruang (Jenis Pemanfaatan Lahan Masyarakat)
Rimbo/ adalah sebutan untuk hutan
secara umum. Belukar adalah sebutan untuk wilayah yang tidak di kelola lagi,
atau bekas kebun yang sudah di tinggalkan. Dari hasil pemetaan partisipatif
luasan Rimbo/Hutan sekitar 51,03 Km2, dan luasan Kebun Karetsekitar 21,26
Km2.
Aturan pengelolaan
menurut adat
Wilayah ulayat adat adalah milik
persukuan, dapat dikelola oleh masyarakat namun tidak boleh diperjual belikan.
Masyarakat
Kearifan
Lokal dalam PSDA
Lubuk Larangan
Lubuk
larangan merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat adat di Kampar Kiri
dalam mengelola sumberdaya alam yang berkelanjutan khususnya pengelolaan
sungai. Sejarah lubuk larangan pertama kali diselenggarakankan tidak diketahui
sacara pasti, ada masyarakat yang mengatakan ini mulai ada sejak tahun 1978
setelah terjadi banjir besar.
Lubuk
larangan memberikan nilai positif terhadap masyarakat, tidak hanya sebagai
pemasukan kas Kenegerian, lubuk larangan juga mampu memberikan rasa
persaudaraan yang kuat (terlihat banyak masyarakat yang berada diluar ikut
berpartisipas), menciptakan rasa kekompakan masyarakat, menumbuhkan rasa peduli
terhadap kampung yang tinggi, dan berperan dalam pelestarian ikan dan sungai.
Peraturan
yang berlaku dalam lubuk larangan diantaranya, ikan yang hidup atau berada di
dalam wilayah lubuk larangan tidak dibenarkan untuk diambil oleh siapapun,
menurut masyarakat siapa saja yang melanggar dengan segaja akan mengalami
bencana, seperti sakit yang tak pernah sembuh atau meninggal dunia. Biasanya
lubuk larangan di buka satu kali dalam satu tahun.
Pembukaan
lubuk larangan diawali musyawarah masyarakat di kampung untuk memutuskan dan
membicarakan apakah lubuk larangan sudah memungkinkan untuk di panen,
Selanjutnya setelah ada kata sepakat di kampung, kemudian di bentuk panitia
persiapan pelaksanaan lubuk larangan. Dalam musyawarah juga akan menetapkan
beberapa hal seperti jumlah pembayaran andel. andel adalah pembagian ikan yang
tidak dilelang diberikan kepada orang yang mendaftar dengan membayar sesuai
dengan biaya yang telah ditetapkan didalam musyawarah sesuai dengan jumlah
andel, misalkan ada 100 andel (orang yang mengambil bagian) maka jumlah ikan
sisa lelang dan ikan-ikan yang memang jenis ikan kecil akan di gabung dan
dibagi rata dengan jumlah andel.
Panen
atau menangkap ikan di lubuk larangan yang biasa di sebut “cokau ikan lubuk
larang”, diawali dengan membuka kunci lubuk larang oleh pawang/dukun.
Penangkapan ikan didalam lubuk menggunakan berbagai cara, menggunakan jaring
(Pukat), Jala dan senapang dengan anak panah besi (Mirip harpoon), didalam
menangkap ikan dalam lubuk larang tidak dibenarkan menggunakan peralatan yang
tidak ramah lingkungan seperti menggunakan racun atau menggunakan aliran
listrik. Hasil ikan yang ditangkap akan di lelang dikampung. Hasil lelang ikan
akan dimanfaatkan dalam pembangunan kampung.
Jenis-jenis
ikan yang berada di dalam lubuk larangan: Barau, Tapah, Singarek, Tabangalan,
Kulari, Slimang, Pantau. Nilai ekonomi yang didapat dari penyelenggaraan Lubuk
Larangan di Kenegerian Batu Sanggan pada Tahun 2010 berkisar Rp. 45.000.000,
Sistem Kelembagaan
Adat
1.
Nama Kelembagaan Adat
Kekhalifahan Batu Sanggan, dipimpin
oleh seorang khalifah yang berasal dari kenegerian Batu Sanggan, disetiap
negeri terdapat pucuk negeri dan pucuk rantau yang disebut Andiko Besar duo
sekato artinya yang memimpin daratan dan air disetiap negeri”. Di kekhalifahan
Batu sanggan ada orang besar raja yaitu
Datuk Bendaharo Hitam yang tinggal di pangkalan serai yang menunda kaparsesak
di rantau lubuk sago sewaktu Raja hilir, rantau lubuk sago dihilir lubuk cimpur
disebut rantau Datuk Bendaharo Hitam Pangkalan Serai. Kekhalifahan batu sanggan
terdiri dari enam negeri atau Kotak Nan Onam, kenegerian yang berada di dalam
Kotak Nan Onam yaitu Batu Sanggan, Tanjung Beringin, Gajah Bertalut, Terusan,
Aur Kuning dan Pangkalan Serai.
Datuk Khalifah Batu Sanggan berasal
dari suku Domo. Peran dari datuk khalifah batu songgan mencakup wilayah 6
nagari, (Batu Sanggan, miring/Tg. beringin, Gajah Betalut, Aur Kuning, Terusan
dan Pangkalan Serai). Datuk Khalifah berlokasi di Negeri Batu Sanggan. Dalam
melaksanakan tugas dibantu oleh datuk pucuk nagari batu sanggan yaitu datuk
tumenggung.
Dahulu (masa kerajaan Gunung Sahilan),
apabila Raja Gunung Sahilan akan mengadakan kunjungan ke Khalifahan batu
sanggan (perjalanan dinas) Raja akan bermalam di rumah datuk khalifah sebelum
melakukan kunjungan ke kotak nan onam. dan setelah selesai melakukan kunjungan
Raja sebelum pulang akan bermalam di rumah datuk tumenggung (pucuk nagari batu
sanggan) untuk mendiskusikan hasil kunjungan Raja di 6 nagari dalam
kekhalifahan Batu Sanggan.
Khalifah
Khalifah merupakan
pimpinan dari satu kekhalifahan, Khalifah di Kerajaan Gunung Sahilan tidak lain
adalah wakil raja di daerah. Seperti halnya raja, tetapi Khalifah tidak berhak
mencampuri urusan dalam negeri yang berada di bawah pengawasannya secara
langsung tanpa persetujuan Dewan Menteri. Raja dan Urang Godang Khalifah
tidak lain hanya sebagai badan pengawas, pengatur, atau koordinator terhadap
daerah yang ada di bawah kekuasaannya.
Selain itu, Khalifah
juga bertugas membantu raja dalam menyelesaikan masalah-masalah tertentu.
Sebagai contoh, Khalifah Kuntu yang bergelar Datuk Bandaro mempunyai tugas
dan kewajiban menyelesaikan perkara adat. Apabila Khalifah Kuntu ditugaskan
menyelesaikan masalah adat dalam musyawarah Majelis Dewan Menteri Kerajaan
Kampar Kiri, maka bendera (tonggou) yang berdiri adalah bendera
Khalifah Kuntu. Begitu pula dengan tugas datuk-datuk lainnya. Datuk Godang Khalifah
Batu Sanggan berkewajiban menyelesaikan perkara keamanan, Datuk Marajo Basa
Khalifah Ludai menyelesaikan masalah Hukum, dan Datuk Bendahara Khalifah Ujung
Bukit menangani urusan syarak (agama).
Ninik
Mamak
Pemimpin
masing-masing suku di dalam kenegerian atau pimpinan adat (orang yang di tuakan
di kampung). Ninik Mamak didalam
struktur adat berada di bawah seorang khalifah. Perangkat ninik mamak terdiri
dari Hulubalang dan Malin.
Gelar
Ninik Mamak di Kenegerian Batu Sanggan: Batu sanggan; Dt. Sinaro
( Suku Dt. Godang/Domo) Sebagai Pucuk Rantau, Dt. Temenggung (Suku Dt. Mudo)
Sebagai Pucuk Negeri, Dt. Gindo Melano (Suku Petopang),dan Dt. Gindo Sait (Suku
caniago).
2.
Struktur dan tugas masing-masing pengurus adat
3.
Fungsi dan
peran Ninik Mamak Kenegerian
Fungsi
Datuk
Godang Kanegeri berfungsi memegang sepit dan gunting dalam
negeri/memegang kebijakan dalam negeri. Pemimpin tiap kenegerian secara umum
disebut dengan datuk godang kenegeri di dalam negeri sebagai pemimpin tertinggi
didalam kenegerian
Datuk
Godang Karantau (Datuk Sinaro) berfungsi Tepian Kandimandisi/Laras
Kan Dicincang, yang artinya orang
yang berhak menjaga sungai dan menentukan atau mencari perkampungan baru.
Malin adalah
orang yang dipilih dari masing-masing suku sebagai pengurus Mesjid, berperan
sebagai Imam, Bilal, dan Khotib. Malin
ada didalam tiap suku namun perannya berbeda, ada sebagai imam, bilal dan
malin.
Dubalang, Dubalang
adalah orang yang dipilih dalam membantu tugas-tugas Ninik Mamak. Berfungsi
kaki tangan ninik mamak dengan istilah cepat kaki ringan tangan/Pekerja.
Dubalang terdapat di tiap-tiap suku.
Suluh Palito
yang indak omouh padam, cermin yang indak porna kabhur artinya suluh bendang
dalam negeri (seorang yang berjiwa besar dan panutan masyarakat). Suluh terdapat
di tiap-tiap suku.
Tunganai
Tunganai berperan dalam nikah kawin untuk
memberitahukan ke suku-suku yang lain. Tunganai terbagi tunganai rumah dan
tunganai kampung, Tunganai rumah adalah sanak kemanakan atau beradik kakak di
dalam rumah.
Peran
Pemimpin
Suku, Ninik
mamak adalah orang yang didulukan selangkah dituakan sehari. Didalam setiap
acara-acara adat yang akan diadakan di dalam komunitas akan di pimpin oleh
ninik mamak.
Penasehat,
Ninik
Mamak juga berperan sebagai penasehat di dalam komunitas. Para tokoh ninik
mamak memiliki peran penting bagi masyarakat adat di kampar kiri, jika ada konflik didalam komunitas “Cokak banta” diantara kemenakan, maka ninik mamak berhak
mendamaikan untuk kedua belah pihak yang bertikai, dan penyelesaiannya berdasarkan
keputusan musyawarah mufakat.
Peran
Ninik Mamak dalam nikah kawin
Memberi ijin dan pengarahan terhadap kedua
mempelai, ninik mamak yang memeberikan ijin sesuai dengan suku masing-masing. Tidak boleh menikah dalam satu suku,
jika ada yang menikah dalam satu suku akan di kenakan sanksi adat yaitu seekor
kerbau dan di kucilkan dari masyarakat.
Menegakkan tonghau (Bendera adat), bendera
dapat ditegakkan dengan memotong seekor Kerbau.
Aturan Jabatan Ninik Mamak
1. Meninggal Dunia atau
Osongan Terangkat, Golau Tatenggek (talotak)
Sebagai
manusia Datuk sebagai seorang Penghulu tidak akan hidup selamanya, sehingga
gelar tersebut tidak akan disandangnya lagi begitu ia meninggal dunia. Namun
adat menyatakan ‘Datuk Mati Penghulu bagolau salamonyo, artinya seorang Datuk
sebagaimana manusia lainnya tentu akan mengalami kematian namun jabatanya
sebagai Penghulu akan tetap hidup, karena begitu ia meninggal maka jabatan akan
dipindahkan ke lain sesuai dengan alur dan patut. Ramo-ramo sikumbang Jati,
khotib ondah bakudo, patah tumbuo hilang bagonti, pusako lamo dipakai juo. Pemilihan Penghulu pengganti dilaksanakan sebelum keranda
diangkat ke pemakaman, biasanya digantikan langsung oleh
Tungkatan/bayang-bayang yang sudah dipersiapkan namun kalau tidak ada maka anak
kemenakan akan bermusyawarah mencari penghulu sementara hingga terpilihnya
Datuk yang defenitif.
2. Usia Lanjut (Tua) atau
Ponek Bapa’ontian, Potang Bapamalaman
Seorang
Penghulu mempunyai tugas mengayomi dan melindungi masyarakatnya, namun ada
kondisi dimana seorang Penghulu tidak dapat melaksanakan tugas tersebut karena
kondisi usia, dimana Bukik sudah indak tadaki, lurah indak taturuni, maka Ponek
bapa’ointian dan Potang bapamalaman. Maka
jabatan tersebut diserahkan kepada penggantinya, apakah itu tungkatan/bayang-bayang
yang sudah dikaderkan atau kapak gadai yang sudah ditentukan sesuai dengan alur
dan patut.
3. Hidup Batungkek Bodi
Seorang
Penghulu juga masyarakat yang mempunyai pekerjaan untuk menghidupi keluarganya,
dan kadang-kadang pekerjaan itu mengharusnnya merantau ke negeri orang atau
meninggalkan kampong halamannya. Dalam kondisi ini tugas dan tanggung -jawabnya
dapat diwakilkan kepada tungkatan/bayang-bayang atau kapak gadai yang ditunjuk
sebagai wakilnya, ini disebut dengan Hidup Batungkek Bodi, bapanjang jari. Namun walaupun tugas dan kerjaannya sudah dilaksanakan
wakilnya tersebut namun apabila ada masalah yang penting yang dikenal dengan
Biang nan Manumbuok, Gontiong Nan Mamutuikan artinya ada masalah penting yang
harus diputuskan maka wakilnya tersebut tidak dapat mengambil keputusan, wakil
tersebut harus tetap mengirimkan surat atau mendatangi Datuk /Penghulu yang
sebenarnya untuk meminta keputusan.
4. Hidup Bakarelaan
Walaupun
pengangkatan Penghulu dipilih berdasarkan alur yang patut salah satunya Botuong
tumbuoh dimato (berdasarkan garis keturuna), namun tidak mesti yang patut
tersebut menjadi Ninik mamak. Karena kadang dalam alur keturunan tersebut tidak
ada butuong tumbuoh dimato atau kalaupun ada tidak sanggup atau tidak bersedia
dicalonkan menjadi penghulu dengan alasan yang tepat, maka dipindahkah ke perut
yang lain dalam suku yang sama dengan catatan ada keikhlasan (kerelaan) dari
anak kemenakannya dan sudah dimusyawarahkan, sehingga tidak ada muncul kondisi:
umah sudah tokok pa’ek babunyi.
5.
Mencoreng Kening Sendiri
Jabatan
Ninik mamak atau Penghulu dapat tanggal (lepas) karena Penghulu tersebut
melakukan kesalahan, ada empat kesalahan yang bisa membuat lepasnya jabatan
ini:
a.
Tapijak dibenang arang
Penghulu
melakukan kesalahan yang menimbulkan malu yang berhubungan dengan agama dan
moral seperti melakukan syirik, murtad dari agama Islam, melawan orang tua.
b.
Tatarung di Galah Panjang
Penghulu
melakukan kesalahan yang menimbulkan malu yang berhubungan dengan manusia dan
norma masyarakat dan hokum Negara, seperti berzina, merampok, berjudi,
mabuk-mabukan, meremehkan/menodai kehormatan wanita, korupsi, fitnah, tidak
adil, menikahi/melarikan istri orang, kemenakan kawin sesuku.
c.
Takurung Dibilik Dalam
Penghulu
dihukum penjara karena perbuatan criminal dan melanggar dua point diatas.
d.
Tamandisi Pincuan Godang
Penghulu mengalami stresss, gila atau gangguan jiwa yang
istilahnya disebut juga: Tapasontiong bungo nan kombang, tapanjiek lansek nan
masak. Inilah sebab/alasan yang menyebabkan
seorang penghulu harus melepaskan gelarnya, namun selama lima hal ini tidak
dilaksanakan maka jabatan itu akan dipegangnya seumur hidupnya.
4.
Sistem Pengambilan Keputusan Adat
System
pengambilan keputusan masyarakat adat adalah melalui musyawarah adat, seperti
pengelolaan lubuk larangan, baik dalam aturan kelola dan penentuan waktu panen
di bicarakan melalui musyawarah.
Kebijakan
Yang Berkaitan Dengan Wilayah Adat di
Kengerian
Batu Sanggan, Kabupaten Kampar.
Pengakuan
Hak Masyarakat adat Kenegerian Batu Sanggan
Perda
12 tahun 1999 tentang Hak Ulayat Adat
Memperkuat posisi tanah
ulayat yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat di daerah Kabupaten Kampar
secara turun temurun, untuk menjaga ketertiban dan keutuhan, serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat hukum adat tersebut dipandang perlu menetapkan
Peraturan Daerah mengenai Hak Tanah Ulayat.
Permasalahannya perda
ini belum di implementasikan secara maksimal di wilayah adat sendiri, karena
masih tetap berlangsung konflik-konflik ruang di masyarakat adat dan tidak
penyelesaian.
Konflik
Sumberdaya alam yang terjadi di wilayah adat Kenegerian Batu Sanggan
Suaka
Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling
Wilayah adat dan masyarakat adat
Kenegerian Batu Sanggan sudah diakui atau belum sangat tidak significan
perbedaannya, melihat pengakuan pemerintah non formal yang di berikan dapat
terlihat dari pembangunan seperti, pembangunan rumah adat, Infrstruktur Desa
(Sekolah, Posyandu dan Mesjid), namun satu sisi masyarakat merasa tidak diakui
haknya oleh pemerintah dengan ditetapkannya kawasan lindung Suaka Margasatwa
Bukit Rimbang Bukit Baling di dalam wilayah adat Kenegerian Batu Sanggan.
Kebijakan pemerintah dalam penetapan
kawasan lindung Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dengan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/l986 Tanggal 6 Juni 1986 surat
Keputusan Menteri seluas 136.000, berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I Riau No. Kpts 149/V/1982 tanggal 12 Juni 1982. Sebelum tanah ulayat adat
ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa disini terdapat Hak Pengelolaan
Hutan (HPH) yaitu HPH PT. Brajatama I, PT Brajatama II dan PT. Union Timber. Keanekaragaman Suaka Margastawa Bukit Rimbang
Bukit Baling (SM. BRBB) keberadaanya sedang terancam, Penyebabnya adalah diantaranya;
lemahnya pengawasan pemerintah dalam melindungi kawasan lindung, proses
penetapan kawasan lindung SM. BRBB yang tidak tepat, dan lain-lain.
Proses pengukuhan dan penetapan SM. BRBB
sebenarnya tidak terlalu jelas.
Kenegerian dan desa-desa yang berada di areal SRMBB tidak terlalu
memahami bagaimana proses pengukuhan dan penetapan SRMBB. Seharusnya pengukuhan dan penetapan suatu
wilayah menjadi kawasan hutan negara haruslah berlangsung transparan. Di dalam kawasan hutan negara seharusnya
tidak ada hak-hak atau klaim pihak lain atas areal di dalamnya. Proses pengukuhan dan penetapan SMBRBB
seharusnya disertai dengan diskusi dan berita acara untuk tempat-tempat yang
dilalui trayek tata batas SRMBB. Proses
dan standar tata batas dalam proses pengukuhan SMRBB diragukan telah
dilangsungkan dengan sebenar-benarnya. Padahal dengan ditetapkannya SMRBB bisa
menyebabkan kerugian dan gangguan terhadap kehidupan di 16 Kenegerian yang ada
di dalamnya.
Dampak yang sedang di hadapi
masyarakat adat Kenegerian Batu Sanggan terhadap kebijakan ini adalah terisolasi
masyarakat dari akses informasi dan pembangunan, yaitu jalan darat yang dapat
menghubungkan dengan daerah lainnya, masyarakat memerlukan biaya yang tinggi
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Pangan, Bensin, Pendidikan, dan Kesehatan),
di anggap sebagai pencuri di wilayah sendiri, seperti memanfaatkan kayu di
hutan untuk alat transportasi sungai (Sampan).