Komunitas Adat

Komunitas adat di Riau sebagai berikut;
1.










PROFIL
KENEGERIAN BATU SANGGAN


















Sejarah Masyarakat Kenegerian Batu Sanggan


Sejarah

Kenegerian Batu Sanggan merupakan kenegerian induk di kekhalifahan Batu sanggan, yang terdiri dari 6 kenegerian termasuk Batu Sanggan. Kenegerian lainnya yaitu Miring, Gajah Betalut, Terusan, Pangkalan Serai dan Aur Kuning. Seluruh kenegerian berada di sepanjang aliran sungai subayang dan Kenegerian Batu Sanggan berada di bagian paling hilir.

Kenegerian Batu Sanggan diambil dari kata Sanggan artinya adalah sebuah Periuk Besar, nama ini telah di gunakan sejak zaman dulu, ceritanya dulu ada sebuah periuk yang di tenggelamkan oleh masyarakat di dasar muara sungai, sehingga sungai ini diberi nama dengan nama Sungai Sanggan, dan pada masa itu masyarakat Batu Sanggan sedang tinggal/bermukim di sekitar muara sungai Batu Sanggan.

Pada saat ini Kenegerian Batu sanggan telah berpindah tempat ke seberang sungai yang berada lebih kehilir, perpindahan terjadi di sebabkan untuk mencari tempat tinggal yang lebih aman, karena masyarakat Batu Sanggan takut dengan ikan di muara sungai Batu Sanggan, pada waktu itu ikan berukuran sangat besar dalam jumlah yang banyak selalu menakut-nakuti penduduk yang sedang berada di sungai, dan bahkan di kejar oleh ikan-ikan besar tadi.


Sejarah asal usul masyarakat Kenegerian Batu Sanggan

Kisah terciptanya Adam yaitu kakek segala manusia, yang terdapat didalam kitab Al-Qur’an dan kitab-kitab suci lainnya. Adam adalah Nabi Allah yang pertama, menurut kata kisahnya Malaikat Jibril yang berusaha mengumpulkan tanah yang akan diciptakan menjadi Adam, yaitu berasal dari tanah yang baik & suci, yaitu tanah tempat ka’bah berdiri, tanah surge jannatun turus, tanah Baitul Makdis, tanah Hindi, tanah Arafah, tanah Madimah dan tanah Khaf. Tujuh tanah yang Mulia ditempa menjadi lembaga Adam, dan kemudian dari itu diciptakan Manusia sejenis lagi yaitu Siti Hawa nenek segala Manusia, Adam & Hawa dikawinkan oleh Tuhan dengan bersaksikan para Malaikat didalam Surga. Karena Adam & Hawa melanggar larangan yaitu memakan buah Khuldi keduanya diusir kedunia secara terpisah, beberapa ratus tahun mereka tidak dipertemukan, akhirnya dengan izin Allah mereka bertemu kembali di padang Arafah.

Bertemunya Adam & Hawa, terjadilah perkembang biakan, dengan kelahiran anak-anaknya sepasang-sepasang (1 laki-laki, 1 perempuan), menurut kisah jumlah anak Nabi Adam yang jumlahnya berlipat ganjil yaitu sebanyak 99 orang, dan untuk pengembang biakannya yaitu: anak kembar laki-laki pertama dikawinkan dengan anak kembar perempuan yang kedua dan seterusnya sampai kepada anak yang nomor 98 jadi anak bungsu nomor 99 tidak dapat jodoh yang bernama Sis, maka dari itu turunlah seorang Bidadari dari surge bersama Malaikat, untuk dikawinkan dengan Nabi Sis, dengan alasan bahwa Sis akan memakai isteri Bidadari itu kelak, di Yaumil Mahsyar (surga) dan sewaktu didunia ia beristeri orang biasa, dan Sis kawin dengan keturunan saudara-saudaranya, karena sesudah berkembang biak.

Pada suatu Kisah Nabi Sis ini diciptakan Tuhan mempunyai bertanduk Emas yang bernama Jati-jati, salah seorang dari Saudara Sis sangat  takut melihat tanduk itu lalu menanggalkan dan menjelma menjadi sebuah Mahkota sanggahana.

Dari keturunan raja yang bertanduk Emas inilah yang bergelar Raja Iskandar Zulkarnain. Kemudian cerita/mitos itu melanjutkan, bahwa ada seorang putri yang cantik di negeri Ruhum putri dari seorang penguasa dinegeri Ruhum itu, sehingga Raja Iskandar Zulkarnain mengawininya dan mendapat anak 3 (tiga) orang. Yang tertua bernama Sultan Maharaja Alif dan yang tengah bernama Sultan Maharaja Depang dan yang bungsu bernama Sultan Maharaja Diraja, setelah mereka dewasa, mereka diberi wasiat untuk mencari tempat jajahan berkuasa yaitu untuk sultan Maharaja Alif Kenegeri Rusi Maharaja Depang kenegeri Cina dan Sultan Maharaja Diraja yaitu kearah kepulauan Khatulistiwa atau bagian selatan dengan membawa kebesaran masing-masing.

Maharaja Diraja membawa mahkota yang bernama “Mahkota Singgahana” dan Maharaja Depang membawa semacam senjata yang bernama “Jurpa Tujuh” Maharaja Alif membawa sebilah keris, yang bernama “Sempana Ganja Iris” dan lelo yang tiga pucuk dan sebuah pedang yang bernama “Sabilullah”.

Setelah tiba waktu yang tepat, maka berlayarlah ketiga Maharaja tadi dengan sebuah kapal menuju arah ke Timur, menuju pulau Langgo Puri. Setelah tiba di lautan Baharullah dekat pulau Sailan timbul niat buruk dari Saudara-saudara Maharaja Diraja untuk mengambil/merebut Mahkota tersebut dari Maharaja Diraja, jika ia tidak mau memberikan kapal akan ditenggelamkan, kerena takutnya Maharaja Diraja kepada Saudaranya, maka diserahkan lah Mahkota itu.

Tetapi apa yang terjadi, mahkota jatuh masuk lautan, keatas setumpuk karang dan pada saat itu datang seekor ular naga membelit mahkota itu, ketika itu ketiga anak Raja itu jatuh pingsan, karena jatuhnya Mahkota tersebut. Sampai mereka tertidur berhari-hari. Setelah saat kejadian tersebut maka bangkitlah seorang dari pengiring Maharaja Diraja yang bernama Casi bilang pandai, supaya Raja tidak kecewa, ia harus bisa menciptakan Mahkota baru, pada saat Raja sedang tidur ketiga-tiganya, yang masih dalam keadaan pingsan. Maka dicarikanlah seorang pandai ukir didalam kapal untuk mengukir sebingkah Emas “Sejati-jati” lalu dibuatlah Mahkota tiruan dengan cara meneropong Mahkota asli yang ada dalam lautan, yang dilkukan oleh pandai ukir, setelah Mahkota sudah tukang dibunuh, sehingga tidak dapat ditiru lagi. Kemudian Raja-raja dibangunkan bahwa Mahkota sudah dapat dan saudaranya menyerahkan kepada Maharaja Diraja dan pada saat itulah ketiga anak Raja tadi berpisah, maka raja Alif kembali ke negeri Ruhum, Maharaja Depang terus ke Cina dan Maharaja Diraja terus berlayar menuju Tenggara, menuju sebuah pulau yang bernama Jawa Alkibri, dan kemudian berobah nama Sumatra atau pulau Andalas. Maharaja Diraja membawa pengiring antara lain seekor Anjing Mualim, seekor Kucing Siam, seekor Kambing Hutan, seekor Harimau Compo, binatang-binatang ini bukanlah binatang tetapi adalah Manusia tetapi sifatnya sesuai dengan jenis nama Binatangnya.

Setelah beberapa lama berlayar kelihatanlah sebuah cahaya memancar sebesar telur Ayam yaitu puncak Gunung Merapi yang tampak dari kejauhan. Pada ketika itu daratan belum lagi luas. Setelah dekat kepuncak Gunung merapi, waktu akan mendarat kapal terhampar kebatu karang, sehingga mengalami rusak berat, pada waktu itu Raja berjanji pada pengikutnya siapa bisa memperbaiki Kapal, kelak akan dikawinkan dengan anaknya yang pandai-pandai antara lain, Harimau Campo, Kambing Hutan, dan Kucing Mualim. Setelah kapal baik kembali, mereka mendarat menuju Puncak Gunung Merapi.
Pada saat itu terjadilah Bumi menyentak naik dan laut menyentak turun dan maka timbul daratan rendah dan padang pasir.

Setelah beberapa lama tinggal di Puncak Gunung Merapi, mereka turun kedaratan rendah dikaki Gunung Merapi membuka lahan Pertanian dan membangun sebuah Kampung yang diberi nama Kota Pariang dan kemudian disabuik Pariangan Padang Panjang. Pariangan artinya Tempat yang masyarakatnya selalu riang dan Padang adalah suatu hamparan lahan yang subur dan indah.

Setelah beberapa lama Negeri bahuni dengan kekuasaan Tuhan terpancarlah awan putih Empat Jurai, Sejurai menunduk keluhak Agam, Sejurai ke Tanah Datar dan Sejurai  keluhak Lima Puluh dan yang sejurai lagi ke Candung Lasi yaitu sebagai kiasan kesanalah nanti para tukang yang memperbaiki Kapal sebagaimana janji Raja yang telah mengawini anak-anaknya. Yang turun ke Tanah Datar yaitu yang di Pertuankan Sendiri dan turun ke Luhak Agam adalah Harimau Campo dan turun ke Luhak Lima Puluh Kambing Hutan yang turun ke Candung Lasi Kucing Mualim. Cati bilang pandai dan Dt. Suri Dirajo sebagai wakil Rajo (yaitu Sultan Maharajo Dirajo). Kemudian menyusun peraturan dalam Nagari Pariangan Padang Panjang yang akan dipakai penduduk Nagari.

Setelah peraturan dibuat maka turunlah ke Luhak masing-masing, yang telah ditentukan setelah Raja maninggal dunia (Maharajo Diraja) dengan meninggalkan 4 anak perempuan dan seorang Laki-laki yang bernamo  Sutan Paduko Basa yang bergelar Datuk Katumanggungan dan kemudian Cati Bilang Pandai kawin dengan isteri Raja dan mendapatkan anak Laki-laki bernama Sakolak Dunia yang bergelar Datuk Parpatih Nan Sabatang.

Setelah itu oleh Cati Bilang Pandai dan Dt. Suri Dirajo membagi daerah sebagai peraturan yang akan dipakai oleh penduduk setempat, yaitu daerah Datuk Katumanggungan dari air Pasang-pasangan sampai ke jambi Sembilan Lurah, sampai Palembang dan pulau Langgo Puri, hingga laut yang Sadidih itu kawasan peraturan Datuk Katumanggungan.

Sedangkan kawasan Datuk Parpatih nan Sabatang yaitu dengan batasan oleh Datuk Katumanggungan hingga air pasang-pasangan sipisak-sipisau hanyut durian ditokuk Raja, Sialang Balantak Besi, seiliran batang sikijang, Teratak Air Hitam, sampai katanjuang Simaliau, itulah kawasan peraturan datuk Parpatih nan sabatang serata Alam Minang Kabau. Karena sudah lama negari di diami  orang maka bertambah banyak juga jumlah orang, masing-masing pengikut Datuk Tumanggungan dan  Parpatih nan sabatang mencari lahan Pertanian dan bertempat tinggal di daerah itu sesuai batas yang sudah disepakati antara Katumanggungan dengan Parpatih nan sabatang. Diluhak tanah Datar dari pengikut Parpatih nan sabatang tersebutlah yang akan turun ke sungai Kampar Kiri, Sungai Ombun, sungai Kakak Tuo, ado 6 (enam) pasang Datuk bersama keluarganya melalui hulu sungai Ombun, sungai Subayang bak kiri sabanyak 3 (tigo) Datuk yaitu:
Ø  Datuk Basunguik Ijuak
Ø  Datuk Panggodang Hati
Ø  Datuk Dinding di pungguang
Datuk Basunguik Ijuk (Kumis Ijuk) singgah di Songgan, yang sampai saat ini bergelar Datuk Songgan, Datuk Panggodang Hati (Pembesar Hati) terus kehilir sampai ke Kuntu Taeroba, bergelar Datuk Raja Godang (Raja Besar), Datuk Dinding di punggung terus hilir ke Lipat Kain bergelar Raja Babanding, Datuak nan turun ka hulu Batang Bio:
Ø  Datuk Pundak Besar singgah di Ludai, bergelar Datuak Raja Besar kedua.
Ø  Datuk Bandando sampai Ke Ujuang Bukit
Ø  Datuk Sutan Bungsu sampai ke gunung Ibul/Gunung Sahilan bergelar Raja Sutan.
Pada waktu itu dihulu sungai Siantan sudah ada suatu kerajaan yang bernama kerajaan Putri Lindung Bulan yang Rajanya berasal dari Hindustan yang mana Kerajaan ini pernah diserang oleh Raja kedatangan Hindustan juga, karena beliau tidak bisa memerangi Raja/Ratu Putri Lindung Bulan Aditiawarman terus lari arah ke barat setelah beberapa lama dalam perjalanan mereka sampai ke Luhak Tanah Datar, karena ia lengkap membawa senjata Aditiawarman disambut dengan baik oleh penduduk Tanah Datar karena takut dengan kelengkapan senjatanya, setelah beberapa lamanya dan akhirnya Aditiawarman menjadi penguasa dan menobatkan dirinya sebagai Raja Minang Kabau di Pagaruyuang dengan menaklukkan tiga jurai Aditiawarman berkuasa 1339 sampai 1376 dan anaknya Anggawarman 1377 sampai…..
Ø  Sultan Bakilap Alam, adalah raja pertama yang diakui.
Ø  Sultan persembahan.
Ø  Sultan Alif.
Ø  Sultan Banandangan.
Ø  Sultan Bawang (Sultan Muning l )
Ø  Sultan Patah (Sultan Muning ll)
Ø  Sultan Muning lll.
Ø  Sultan Sembahyang.
Ø  Putri Gadih Reno Sumpur.
Ø  Sultan Ibrahim.
Ø  Sultan Usman.

Aditiawarman tidak tercatat sebagai Raja Minang Kabau tetapi berkuasa di Minang Kabau Pagaruyung, bersama anak keturunannya yaitu Anggawarman sampai Raja pertama yang di nobatkan. Dan selanjutnya kembali kepada pengikut Parpatih Nan sabatang, yang turun dari luhak Lima Puluh, adalah 5 (lima) datuk ke Lima Kota (Kuok, Bangkinang, Salo, Air Tiris, dan Rumbio) di sungai Kampar Kanan, dan tiga datuk ke gunung lelo malintang, dan Muaro Takui (Muara Takus). Di Kampar Kiri diantaranya Dt.Raja Godang yang di Kuntu. Dengan telah hilangnya kerajaan Putri Lindungan Bulan di sungai Siantan, yang disebut Kerajaan Minang Kabau Timur, atau kerajaan Minang Tauwan/Kuntu Kampar.

Kejadian-kejadian penting

Salah satu cerita sejarah kampung di Kenegerian Batu Sanggan tentang kedatangan tamu yang tak diundang yaitu Gak Jao, Gak Jao artinya orang bagak dari Jawa. Dari Cerita masyarakat bahwa Gak Jao adalah Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit yang datang ingin membawa Putri Lindung Bulan. Gak Jao di cirikan dengan manusia yang bertubuh tinggi besar, kedatangan Gak Jao membuat resah sehingga masyarakat bersembunyi meninggalkan kampong. Gak Jao kesulitan dalam mencari penduduk dan arena kesalnya Gak Jao mencincang sebuah batu besar sebanyak tiga kali dengan menggunakan pedang yang telah di asah di muara sungai kecil dan oleh sebab itu di beri nama Sungai Kiliran, dan batu yang di cincang tadi di beri nama Batu Bolah/Batu Belah, dan saat ini batu yang disebut Batu Bolah masih ada tepat di depan muara sungai Batu bolah.

Pada Tahun 1978 terjadi bencana banjir besar di Sungai Subayang yang menyebabkan beberapa rumah penduduk hanyut terbawa air sungai di Sembilan Kenegerian yang berada di Kampar Kiri Hulu. Tidak ada korban jiwa namun kerugian breupa materi yang tanggung masyarakat, dan masyarakat berinisiatif memindahkan pemukiman ketempat yang lebih tinggi. Bencana banjir beberapa tahun belakangan banjir yang terjadi menyebabkan terjadinya kelangkaan bahan pangan untuk beberapa minggu, karena sungai yang meluap sehingga tidak memungkin lagi untuk menggunakan jalur air untuk mendistribuiskan bahan pangan.

Pada tahun 1975 terjadi perpindahan penduduk yang cukup besar dari kampung, hal ini di sebabkan karena Harimau selalu masuk ke dalam kampong pada waktu sore, walaupun tidak ada korban jiwa, penduduk merasa khawatir dengan kejadian ini dan beberapa penduduk memutuskan untuk pindah. Pada saat sekarang perpindahan penduduk untuk keluar kampong tetap terjadi, hal ini di sebabkan dengan di tetapkannya wilayah mereka sebagai kawasan lindung Suaka Margasatwa Bukit RImbang Bukit Baling (SM BRBB) dan bagi mereka yang sudah mampu dalam hal ekonomi akan berupaya untuk pindah ketempat yang lebih baik.


Sosial dan ekonomi
Masyarakat Kenegerian Batu Sanggan


Kependudukan

Kenegerian Batu Sanggan yang saat ini disebut dengan Desa Batu Sanggan, pada tahun 2004 terjadi pemekaran menjadi dua desa yaitu Desa Batu Sanggan dan Muaro Bio. Desa Batu Sanggan dan Muaro Bio secara administrasi berada di dalam Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Batu Sanggan terbagi atas 4 Dusun.  Jumlah penduduk Desa Batu Sanggan berjumlah 434 jiwa, dengan jumlah kepala Keluarga (KK) berjumlah 130 KK, dengan jumlah laki-laki berjumlah 237 Jiwa dan perempuan berjumlah 197 Jiwa. Sedangkan Desa Muaro Bio ini terbagi atas 4 Dusun. Jumlah kepala Keluarga (KK) Desa Muaro Bio berjumlah 40 KK. Sumber mata pencarian utama masyarakat adalah hasil kebun karet.

Masyarakat adat Kenegerian Batu Sanggan tetap bertahan dalam tekanan-tekanan yang terjadi, baik karena terisolasinya kampong dari hubungan luar, lambatnya pembangunan, dan tuduhan perusak lingkungan yang di berikan kepada masyarakat karena berada di dalam kawasan lindung. Perpindahan penduduk untuk mencari kehidupan yang layak dan lebih baik di tempat lain selalu terjadi, beberapa hal yang menyebabkan perpindahan penduduk diantaranya, kemampuan ekonomi yang baik, seperti hasil penjualan Gaharu. Namun banyak juga yang kembali ke kampung, karena tidak terbiasa dengan kondisi kehidupan di luar.

Sarana pendidikan
Kenegerian Batu Sanggan memiliki fasilitas sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP). Untuk melanjutkan sekolah ke tingkat Sekolah Menegah Umum (SMU) masyarakat harus menyekolahkan anak-anaknya paling tidak di sekolah terdekat di SMU yang berada di ibukota kecamatan Kampar Kiri Hulu yaitu Gema, dengan transportasi yang tidak memungkinkan untuk pulang harian maka anak-anak sekolah terpaksa untuk menyewa rumah sebagai tempat tinggal selama sekolah dan baru pulang pada hari sabtu ke kampong masing-masing. Rata-rata masyarakat disini sekolah hanya sampai tingkat SMU.

Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang ada di kenegerian Batu Sanggan adalah Posyandu.

Mata Pencarian
Mata pencarian masyarakat secara umum adalah berkebun karet, kebun karet merupakan pendapatan ekonomi pokok masyarakat, dan masyarakat sangat menggantungkan hidupnya dari hasil karet tersebut. Kesulitan yang dihadapi masyarakat dalam berkebun karet adalah, musim hujan yang tidak menentu yang berdampak pada produksi karet, kebun karet yang jauh dari kampong sehingga harus mandah/menginap di ladang, masyarakat memiliki kebiasaan pergi ke kebun pada hari sabtu dan pulan pada hari kamis depan, dan biasanya dilakukan seluruh keluarga kecuali yang masih sekolah.

Mata pencarian sampingan masyarakat adalah mencari ikan, mencari ikan lebih di utamakan dalam pemenuhan gizi dan pangan keluarga dan jarang terjadi jual beli, jika ada masyarakat yang menjaring ikan dan mendapatkan hasil yang berlebih maka ikan akan di bagikan kepada tetangga. Mengambil hasil hutan seperti damar, rotan, gaharu dan lain-lain, gaharu merupakan hasil hutan yang bernilai tinggi namun ketersediaan gaharu sudang mulai hilang, sudah tidak banyak masyarakat yang mencari gaharu. Damar selain di jual ke pasar, dammar juga di manfaatkan untuk membuat sampan sebagai bahan untuk menutupi celah antar papan. Sedangkan untuk rotan di manfaatkan berdasarkan permintaan dari pasar,  jika tidak rotan tidak dimanfaatkan.


Sistem Kepercayaan

Masyarakat mayoritas beragama islam,

Sarana Ekonomi

Sarana ekonomi yang dimiliki oleh kenegerian Batu Sanggan diantaranya pasar harian dan mingguan, Pasar mingguan yang diadakan pada hari kamis yag berada di ibukota kecamatan Kampar kiri hulu, sedangkan untuk pasar harian, biasanya ada beberapa sampan yang pindah dari kampong kekampung-kampung untuk menjual kebutuhan sehari-hari, dan dapat ditemukan dalam sehari satu kali.

Sarana Perhubungan

Sungai adalah jalur transportasi satu-satunya untuk menuju ke kampong atau kekota, sedangkan untuk didalam pemukimam terdapat jalan beton (Semenisasi).


Kewilayahan

Satuan wilayah di Kenegerian Batu Sanggan menggunakan penyembutan wilayah yang secara umum menurut adat terbagi dua yaitu negeri artinya daratan dan rantau artinya sungai, wilayah daratan di bagi lagi menjadi wilayah suku, setiap kenegerian pembagian wilayahnya bergantung dengan jumlah suku di dalam kenegerian dan keputusan-keputusan yang berlaku di dalam adat, saat ini wilayah di kenegerian Batu Sanggan tidak lagi menggunakan persukuan, melainkan menggunakan wilayah kenegerian.

Setelah berdirinya pemerintahan desa wilayah dibagi menjadi dua wilayah desa, dan didalam desa terbagi lagi menjadi beberapa dusun layaknya seperti desa-desa yang ada di tempat lainnya.

Perbatasan/Tetanggan Kenegerian Batu Sanggan

Utara      : Kenegerian Koto Lamo  
Selatan  : Kenegerian Kuntu, Aur Kuning dan Sei Paku
Barat      : Kenegerian Miring
Timur     : Kenegerian Tanjung Belit

Konsep Kewilayahan
Konsep wilayah Kenegerian di Kampar berdasarkan sejarah adatnya sering di sebut dengan istilah “Air yang berkecucuran dan tanah yang berketelengan” yang artinya daerah cucuran air atau disebut hulu-hulu sungai yang berada di puncak bukit merupakan batas alam wilayah kenegerian. Sehingga Kenegerian bertanggung jawab atas keseimbangan daerah aliran sungai nya, seperti Batu Sanggan wilayahnya sama dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sidur yang merupakan Sub-DAS Subayang. Jadi dapat dikatakan bahwa konsep kewilayahan adat Kenegerian Batu Sanggan dan sekitarnya adalah berdasarkan DAS.

Sejarah bermula dari pertambahan panduduk sudah bertambah banyak, Dt. Marajo Besar Ludai mengadakan musyawarah dengan 5 datuk yang berada di Kampar Kiri, untuk menentukan batas luhak, seperti Luhak Ludai, Luhak Songgan, Luhak Ujung Bukit dan Luhak Kuntu, di sebut sebagai Rantau Andiko, dan Luhak Gunung Sahilan di namakan Rantau Daulat (Rantau Rajo) disebut aie nan bakabung, sarato hutan nan babateh, yaitu air nan bakacucuran, tanah nan bakatelengan (air nan cucur tanah nan teleng, Luhak itu nan punyo), “ artinya air yang terkabung, serata hutan yang berbatas. Yaitu air yang bercucuran (Hulu Sungai), tanah yang miring adalah wilayah sebuah luhak).

Sebagai Concang Lareh Nagori Songgan yaitu Dt. Basunguik Ijuk dengan memiliki suatu daerah dengan berpedoman air nan bakacucuran, tanah nan bakatelengan, yaitu Lareh Kiri (Sungai Subayang), sepakat bersama dengan datuk yang berlima untuk mengambil suatu kesepakatan batas ulayat kekhalifahan/ daerah masing-masing. Seperti Luhak Songgan, berbatasan dengan unggan sumpur Kudus, tanah Khalifah Ludai, tanah rajo Indragiri dan tanah datuk Bandaro Ujung Bukik dan lain-lain sebagai berikut:
Dengan Luhak Ujung bukik adalah dengan sabutan batas di sungai yaitu: sungai dua bertentangan batu tunggal di tengah, tanah bakatelengan air bakacucuran, bukit bualo sebelah kanan Hilir sungai, meniti bukit palambaian, terus ke bukit baka dan turun kebatu tangguak perbatasan dengan Luhak Ludai dan terus ke sungai sorak sampai ke hulu ampilik, terus ke hulu sungai talago, sampai ka gunung Jodi, puncak bono, sumpur kudus, linggam si lantai (Sumbar), bukik cundung lencung, terus ke hulu subayang, dan batas lumbuang, hulu buku jano, jo hulu Beirut, sampai ke hulu Sidur, sungai Garing kecil kiri, sampai ka hulu Siantan perbatasan dengan luhak Kuntu, turun ke bukit Kuaran, terjun ke bukit Batu Pandan (Lubuk sempadan dahulunya).

Habis masa berganti masa, keturunan datuk Songgan sudah batambah banyak, tempat membangun rumah sudah sempit, lahan  tempak bertani sudah kurang, maka bermufakatlah datuk Songgan dengan anak cucunya untuk mencari lahan baru yaitu sahingga lahan Dt. Songgan ke hilir yaitu dua keluarga sampai ke tikun ada pula nan sampai ke kota rendah Gajah Bertalut, sampai ke Beirut, sampai ke sungai Terusan yang terakhir, dan yang di Pangkalan Serai, datang kemudian yaitu langsung dari Tanah Datar/Pagaruyung.  

Kondisi Fisik wilayah
Kondisi geografis wilayah Kengerian Batu sanggan adalah berbukit-bukit dengan kemiringan ekstrim dan merupakan bagian dari gugus bukit barisan yang berada di propinsi Riau, kondisi seperti ini yang sngat sulit untuk mencari daerah yang datar. Kaki bukit di aliri air yang jernih di sungai-sungai dengan dasar berbatu dan berarus deras. Sangat sulit untuk mencari daerah datar yang berpotensi di manfaatkan sebagai wilayah pemukiman.

Keterikatan masyarakat terhadap wilayah adat
Wilayah adat memiliki kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah, yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat adat, keterikatan masyarakat juga menyangkut hal ekonomi, ekologi, budaya, flora, fauna dan lingkungan hidup. Fungsi ekonomi yang terkandung dari wilayah adat diantaranya karet, rotan, dammar, kayu, buah-buahan, rempah-rempah dan sayur. Fungsi ekologi diantaranya keseimbangan Harimau, Babi, Monyet dan ular terkait keseimbangan serangan hama tanaman.



Sistem Penguasaan Tanah dan Sumber Daya Alam


Aturan adat
Aturan dalam melakukan penguasaan tanah dan sumber daya alam melalui aturan yang sangat sederhana, masyarakat hanya perlu menyampaikan kepada ninik mamak. Hal ini di lakukan agar tidak terjadi tumpang tindih antara lahan masyarakat.

Jenis Kepemilikan
Jenis-jenis kepemilikan sumberdaya alam
1.    Kawasan hutan adalah kawasan dengan kepemilikan Komunal
2.    Kawasan Pemukiman dan Perkebunan adalah kawasan  dengan
      kepemilikan pribadi yang diturunkan berdasarkan keturunan.
3.    Kawasan sungai adalah kawasan yang kepemilikannya berkelompok
dan Komunal, seperti lubuk larangan yang di inisiasi oleh pemuda adat.

Pengaturan system kepemilikan
Kepemilikan tanah perorangan di akui oleh masyarakat lain jika ada yang akan mengelola lahan yang belum ada pemiliknya maka akan dianggap sebagai orang yang berhak atas lahan tersebut, dan akan di turunkan kepada generasi berikutnya. Jika akan mengelola lahan yang sudah pernah di kelola oleh penduduk lain akan diperbolehkan jika telah mendapat ijin dari pengelola sebelumnya dan berstatus pinjam pakai, dan tidak ada proses jual beli antar komunitas.

Pengaturan pemanfaatan sumber daya alam
Ada beberapa aturan adat yang teridentifikasi, yaitu aturan pengelolaan lubuk larangan, dan aturan pengelolaan lahan, namun ada yang masih terus bertahan dan ada aturan adat yang telah mengalami pergeseran. Aturan pengelolaan sungai melalui Lubuk Larangan, Lubuk larangan adalah sebagian aliran air sungai yang tidak di benarkan untuk di ambil ikannya dalam batas waktu yang tidak di tentukan, sampai ada kata sepakat oleh seluruh komponen masyarakat untuk membuka lubuk larangan untuk di ambil ikannya dan di batasi dalam waktu satu hari, kemudian di tutup kembali. Ikan yang di kumpulkan akan di lelang, Lelang di ikuti oleh masyarakat kenegerian sekitar bahkan orang luar. Hasil dari lubuk larangan akan di jadikan kas Kelembagaan Adat, Mesjid, Kelompok Pemuda dan Pemerintah Desa.



Sistem Perkebunan dan pertanian tradisional


Wilayah yang dijadikan perkebunan, pertanian dan kesesuaiannya.

Wilayah kenegerian Batu Sanggan yang dapat di manfaatkan sebagai kebun sangat sedikit, tidak banyak pilihan buat masyarakat, dengan tipe lahan yang berbukit, dengan keadaan alam yang ekstrim masyarakat adat mampu bertahan dengan kearifan lokal, pada umumnya lahan yang digunakan untuk lahan perkebunan adalah wilayah yang mudah di jangkau, biasanya berada di dekat sekitar sungai dan yang sedikit landai. Dengan keadaan kemiringan lahan yang ekstrim masyarakat menggunakan pola agroforestry, dimana tanaman karet berdampingan dengan tanaman rimba campuran dan tanaman khas hutan hujan tropis dataran rendah.


Aturan Adat


Pembagian Ruang (Jenis Pemanfaatan Lahan Masyarakat)

Rimbo/ adalah sebutan untuk hutan secara umum. Belukar adalah sebutan untuk wilayah yang tidak di kelola lagi, atau bekas kebun yang sudah di tinggalkan. Dari hasil pemetaan partisipatif luasan Rimbo/Hutan sekitar 51,03 Km2, dan luasan Kebun Karetsekitar 21,26 Km2.

Aturan pengelolaan menurut adat
Wilayah ulayat adat adalah milik persukuan, dapat dikelola oleh masyarakat namun tidak boleh diperjual belikan. Masyarakat  


Kearifan Lokal dalam PSDA

Lubuk Larangan
Lubuk larangan merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat adat di Kampar Kiri dalam mengelola sumberdaya alam yang berkelanjutan khususnya pengelolaan sungai. Sejarah lubuk larangan pertama kali diselenggarakankan tidak diketahui sacara pasti, ada masyarakat yang mengatakan ini mulai ada sejak tahun 1978 setelah terjadi banjir besar. 

Lubuk larangan memberikan nilai positif terhadap masyarakat, tidak hanya sebagai pemasukan kas Kenegerian, lubuk larangan juga mampu memberikan rasa persaudaraan yang kuat (terlihat banyak masyarakat yang berada diluar ikut berpartisipas), menciptakan rasa kekompakan masyarakat, menumbuhkan rasa peduli terhadap kampung yang tinggi, dan berperan dalam pelestarian ikan dan sungai.

Peraturan yang berlaku dalam lubuk larangan diantaranya, ikan yang hidup atau berada di dalam wilayah lubuk larangan tidak dibenarkan untuk diambil oleh siapapun, menurut masyarakat siapa saja yang melanggar dengan segaja akan mengalami bencana, seperti sakit yang tak pernah sembuh atau meninggal dunia. Biasanya lubuk larangan di buka satu kali dalam satu tahun.
Pembukaan lubuk larangan diawali musyawarah masyarakat di kampung untuk memutuskan dan membicarakan apakah lubuk larangan sudah memungkinkan untuk di panen, Selanjutnya setelah ada kata sepakat di kampung, kemudian di bentuk panitia persiapan pelaksanaan lubuk larangan. Dalam musyawarah juga akan menetapkan beberapa hal seperti jumlah pembayaran andel. andel adalah pembagian ikan yang tidak dilelang diberikan kepada orang yang mendaftar dengan membayar sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan didalam musyawarah sesuai dengan jumlah andel, misalkan ada 100 andel (orang yang mengambil bagian) maka jumlah ikan sisa lelang dan ikan-ikan yang memang jenis ikan kecil akan di gabung dan dibagi rata dengan jumlah andel.

Panen atau menangkap ikan di lubuk larangan yang biasa di sebut “cokau ikan lubuk larang”, diawali dengan membuka kunci lubuk larang oleh pawang/dukun. Penangkapan ikan didalam lubuk menggunakan berbagai cara, menggunakan jaring (Pukat), Jala dan senapang dengan anak panah besi (Mirip harpoon), didalam menangkap ikan dalam lubuk larang tidak dibenarkan menggunakan peralatan yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan racun atau menggunakan aliran listrik. Hasil ikan yang ditangkap akan di lelang dikampung. Hasil lelang ikan akan dimanfaatkan dalam pembangunan kampung.

Jenis-jenis ikan yang berada di dalam lubuk larangan: Barau, Tapah, Singarek, Tabangalan, Kulari, Slimang, Pantau. Nilai ekonomi yang didapat dari penyelenggaraan Lubuk Larangan di Kenegerian Batu Sanggan pada Tahun 2010 berkisar Rp. 45.000.000,


Sistem Kelembagaan Adat
1.    Nama Kelembagaan Adat

Kekhalifahan Batu Sanggan, dipimpin oleh seorang khalifah yang berasal dari kenegerian Batu Sanggan, disetiap negeri terdapat pucuk negeri dan pucuk rantau yang disebut Andiko Besar duo sekato artinya yang memimpin daratan dan air disetiap negeri”. Di kekhalifahan Batu sanggan  ada orang besar raja yaitu Datuk Bendaharo Hitam yang tinggal di pangkalan serai yang menunda kaparsesak di rantau lubuk sago sewaktu Raja hilir, rantau lubuk sago dihilir lubuk cimpur disebut rantau Datuk Bendaharo Hitam Pangkalan Serai. Kekhalifahan batu sanggan terdiri dari enam negeri atau Kotak Nan Onam, kenegerian yang berada di dalam Kotak Nan Onam yaitu Batu Sanggan, Tanjung Beringin, Gajah Bertalut, Terusan, Aur Kuning dan Pangkalan Serai.

Datuk Khalifah Batu Sanggan berasal dari suku Domo. Peran dari datuk khalifah batu songgan mencakup wilayah 6 nagari, (Batu Sanggan, miring/Tg. beringin, Gajah Betalut, Aur Kuning, Terusan dan Pangkalan Serai). Datuk Khalifah berlokasi di Negeri Batu Sanggan. Dalam melaksanakan tugas dibantu oleh datuk pucuk nagari batu sanggan yaitu datuk tumenggung.

Dahulu (masa kerajaan Gunung Sahilan), apabila Raja Gunung Sahilan akan mengadakan kunjungan ke Khalifahan batu sanggan (perjalanan dinas) Raja akan bermalam di rumah datuk khalifah sebelum melakukan kunjungan ke kotak nan onam. dan setelah selesai melakukan kunjungan Raja sebelum pulang akan bermalam di rumah datuk tumenggung (pucuk nagari batu sanggan) untuk mendiskusikan hasil kunjungan Raja di 6 nagari dalam kekhalifahan Batu Sanggan.

Khalifah
Khalifah merupakan pimpinan dari satu kekhalifahan, Khalifah di Kerajaan Gunung Sahilan tidak lain adalah wakil raja di daerah. Seperti halnya raja, tetapi Kha­lifah tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri yang berada di bawah pengawasannya secara langsung tan­pa persetujuan Dewan Menteri. Raja dan Urang Godang Kha­lifah tidak lain hanya sebagai badan peng­awas, pengatur, atau ko­ordinator terhadap dae­rah yang ada di bawah kekuasaannya.

Selain itu, Khalifah juga bertugas membantu raja da­lam menyelesaikan masalah-masalah tertentu. Sebagai contoh, Kha­­lifah Kuntu yang bergelar Datuk Bandaro mempunyai tugas dan kewajiban menyelesaikan perkara adat. Apabila Khalifah Kuntu ditugaskan menyelesaikan ma­salah adat dalam musyawarah Majelis Dewan Menteri Kerajaan Kampar Kiri, maka bendera (tong­gou) yang berdiri adalah bendera Khalifah Kuntu. Begitu pula dengan tugas datuk-datuk lainnya. Datuk Godang Khalifah Batu Sanggan berkewa­jiban menyelesaikan perkara keamanan, Datuk Marajo Basa Khalifah Ludai menyelesaikan masalah Hukum, dan Datuk Bendahara Kha­lifah Ujung Bukit menangani urusan syarak (agama).


Ninik Mamak
Pemimpin masing-masing suku di dalam kenegerian atau pimpinan adat (orang yang di tuakan di kampung). Ninik Mamak  didalam struktur adat berada di bawah seorang khalifah. Perangkat ninik mamak terdiri dari Hulubalang dan Malin.

Gelar Ninik Mamak di Kenegerian Batu Sanggan: Batu sanggan; Dt. Sinaro ( Suku Dt. Godang/Domo) Sebagai Pucuk Rantau, Dt. Temenggung (Suku Dt. Mudo) Sebagai Pucuk Negeri, Dt. Gindo Melano (Suku Petopang),dan Dt. Gindo Sait (Suku caniago).


2.    Struktur dan tugas masing-masing pengurus adat


3.    Fungsi dan peran Ninik Mamak Kenegerian

Fungsi
Datuk Godang Kanegeri berfungsi memegang sepit dan gunting dalam negeri/memegang kebijakan dalam negeri. Pemimpin tiap kenegerian secara umum disebut dengan datuk godang kenegeri di dalam negeri sebagai pemimpin tertinggi didalam kenegerian

Datuk Godang Karantau (Datuk Sinaro) berfungsi Tepian Kandimandisi/Laras Kan Dicincang, yang artinya orang yang berhak menjaga sungai dan menentukan atau mencari perkampungan baru.

Malin adalah orang yang dipilih dari masing-masing suku sebagai pengurus Mesjid, berperan sebagai Imam, Bilal, dan Khotib. Malin ada didalam tiap suku namun perannya berbeda, ada sebagai imam, bilal dan malin.

Dubalang, Dubalang adalah orang yang dipilih dalam membantu tugas-tugas Ninik Mamak. Berfungsi kaki tangan ninik mamak dengan istilah cepat kaki ringan tangan/Pekerja. Dubalang terdapat di tiap-tiap suku.

Suluh Palito yang indak omouh padam, cermin yang indak porna kabhur artinya suluh bendang dalam negeri (seorang yang berjiwa besar dan panutan masyarakat). Suluh terdapat di tiap-tiap suku.

Tunganai
Tunganai berperan dalam nikah kawin untuk memberitahukan ke suku-suku yang lain. Tunganai terbagi tunganai rumah dan tunganai kampung, Tunganai rumah adalah sanak kemanakan atau beradik kakak di dalam rumah.

Peran
Pemimpin Suku, Ninik mamak adalah orang yang didulukan selangkah dituakan sehari. Didalam setiap acara-acara adat yang akan diadakan di dalam komunitas akan di pimpin oleh ninik mamak.

Penasehat, Ninik Mamak juga berperan sebagai penasehat di dalam komunitas. Para tokoh ninik mamak memiliki peran penting bagi masyarakat adat di kampar kiri,  jika ada konflik didalam komunitas “Cokak banta” diantara  kemenakan, maka ninik mamak berhak mendamaikan untuk kedua belah pihak yang bertikai, dan penyelesaiannya berdasarkan keputusan musyawarah mufakat.

Peran Ninik Mamak dalam nikah kawin
Memberi ijin dan pengarahan terhadap kedua mempelai, ninik mamak yang memeberikan ijin sesuai dengan suku masing-masing. Tidak boleh menikah dalam satu suku, jika ada yang menikah dalam satu suku akan di kenakan sanksi adat yaitu seekor kerbau dan di kucilkan dari masyarakat.
Menegakkan tonghau (Bendera adat), bendera dapat ditegakkan dengan memotong seekor Kerbau.

Aturan Jabatan Ninik Mamak
1.    Meninggal Dunia atau Osongan Terangkat, Golau Tatenggek (talotak)
Sebagai manusia Datuk sebagai seorang Penghulu tidak akan hidup selamanya, sehingga gelar tersebut tidak akan disandangnya lagi begitu ia meninggal dunia. Namun adat menyatakan ‘Datuk Mati Penghulu bagolau salamonyo, artinya seorang Datuk sebagaimana manusia lainnya tentu akan mengalami kematian namun jabatanya sebagai Penghulu akan tetap hidup, karena begitu ia meninggal maka jabatan akan dipindahkan ke lain sesuai dengan alur dan patut. Ramo-ramo sikumbang Jati, khotib ondah bakudo, patah tumbuo hilang bagonti, pusako lamo dipakai juo. Pemilihan Penghulu pengganti dilaksanakan sebelum keranda diangkat ke pemakaman, biasanya digantikan langsung oleh Tungkatan/bayang-bayang yang sudah dipersiapkan namun kalau tidak ada maka anak kemenakan akan bermusyawarah mencari penghulu sementara hingga terpilihnya Datuk yang defenitif.
2.    Usia Lanjut (Tua) atau Ponek Bapa’ontian, Potang Bapamalaman
Seorang Penghulu mempunyai tugas mengayomi dan melindungi masyarakatnya, namun ada kondisi dimana seorang Penghulu tidak dapat melaksanakan tugas tersebut karena kondisi usia, dimana Bukik sudah indak tadaki, lurah indak taturuni, maka Ponek bapa’ointian dan Potang bapamalaman. Maka jabatan tersebut diserahkan kepada penggantinya, apakah itu tungkatan/bayang-bayang yang sudah dikaderkan atau kapak gadai yang sudah ditentukan sesuai dengan alur dan patut.
3.    Hidup Batungkek Bodi
Seorang Penghulu juga masyarakat yang mempunyai pekerjaan untuk menghidupi keluarganya, dan kadang-kadang pekerjaan itu mengharusnnya merantau ke negeri orang atau meninggalkan kampong halamannya. Dalam kondisi ini tugas dan tanggung -jawabnya dapat diwakilkan kepada tungkatan/bayang-bayang atau kapak gadai yang ditunjuk sebagai wakilnya, ini disebut dengan Hidup Batungkek Bodi, bapanjang jari. Namun walaupun tugas dan kerjaannya sudah dilaksanakan wakilnya tersebut namun apabila ada masalah yang penting yang dikenal dengan Biang nan Manumbuok, Gontiong Nan Mamutuikan artinya ada masalah penting yang harus diputuskan maka wakilnya tersebut tidak dapat mengambil keputusan, wakil tersebut harus tetap mengirimkan surat atau mendatangi Datuk /Penghulu yang sebenarnya untuk meminta keputusan.
4.    Hidup Bakarelaan
Walaupun pengangkatan Penghulu dipilih berdasarkan alur yang patut salah satunya Botuong tumbuoh dimato (berdasarkan garis keturuna), namun tidak mesti yang patut tersebut menjadi Ninik mamak. Karena kadang dalam alur keturunan tersebut tidak ada butuong tumbuoh dimato atau kalaupun ada tidak sanggup atau tidak bersedia dicalonkan menjadi penghulu dengan alasan yang tepat, maka dipindahkah ke perut yang lain dalam suku yang sama dengan catatan ada keikhlasan (kerelaan) dari anak kemenakannya dan sudah dimusyawarahkan, sehingga tidak ada muncul kondisi: umah sudah tokok pa’ek babunyi.
5.    Mencoreng Kening Sendiri
Jabatan Ninik mamak atau Penghulu dapat tanggal (lepas) karena Penghulu tersebut melakukan kesalahan, ada empat kesalahan yang bisa membuat lepasnya jabatan ini:
a.    Tapijak dibenang arang
Penghulu melakukan kesalahan yang menimbulkan malu yang berhubungan dengan agama dan moral seperti melakukan syirik, murtad dari agama Islam, melawan orang tua.
b.    Tatarung di Galah Panjang
Penghulu melakukan kesalahan yang menimbulkan malu yang berhubungan dengan manusia dan norma masyarakat dan hokum Negara, seperti berzina, merampok, berjudi, mabuk-mabukan, meremehkan/menodai kehormatan wanita, korupsi, fitnah, tidak adil, menikahi/melarikan istri orang, kemenakan kawin sesuku.
c.    Takurung Dibilik Dalam
Penghulu dihukum penjara karena perbuatan criminal dan melanggar dua point diatas.
d.    Tamandisi Pincuan Godang
Penghulu mengalami stresss, gila atau gangguan jiwa yang istilahnya disebut juga: Tapasontiong bungo nan kombang, tapanjiek lansek nan masak. Inilah sebab/alasan yang menyebabkan seorang penghulu harus melepaskan gelarnya, namun selama lima hal ini tidak dilaksanakan maka jabatan itu akan dipegangnya seumur hidupnya.

4.    Sistem Pengambilan Keputusan Adat
System pengambilan keputusan masyarakat adat adalah melalui musyawarah adat, seperti pengelolaan lubuk larangan, baik dalam aturan kelola dan penentuan waktu panen di bicarakan melalui musyawarah.


Kebijakan Yang Berkaitan Dengan Wilayah Adat di
Kengerian Batu Sanggan, Kabupaten Kampar.

Pengakuan Hak Masyarakat adat Kenegerian Batu Sanggan

Perda 12 tahun 1999 tentang Hak Ulayat Adat

Memperkuat posisi tanah ulayat yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat di daerah Kabupaten Kampar secara turun temurun, untuk menjaga ketertiban dan keutuhan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat hukum adat tersebut dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah mengenai Hak Tanah Ulayat.

Permasalahannya perda ini belum di implementasikan secara maksimal di wilayah adat sendiri, karena masih tetap berlangsung konflik-konflik ruang di masyarakat adat dan tidak penyelesaian.


Konflik Sumberdaya alam yang terjadi di wilayah adat Kenegerian Batu Sanggan

Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling

Wilayah adat dan masyarakat adat Kenegerian Batu Sanggan sudah diakui atau belum sangat tidak significan perbedaannya, melihat pengakuan pemerintah non formal yang di berikan dapat terlihat dari pembangunan seperti, pembangunan rumah adat, Infrstruktur Desa (Sekolah, Posyandu dan Mesjid), namun satu sisi masyarakat merasa tidak diakui haknya oleh pemerintah dengan ditetapkannya kawasan lindung Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling di dalam wilayah adat Kenegerian Batu Sanggan. 

Kebijakan pemerintah dalam penetapan kawasan lindung Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/l986 Tanggal 6 Juni 1986 surat Keputusan Menteri seluas 136.000, berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau No. Kpts 149/V/1982 tanggal 12 Juni 1982. Sebelum tanah ulayat adat ditetapkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa disini terdapat Hak Pengelolaan Hutan (HPH) yaitu HPH PT. Brajatama I, PT Brajatama II dan PT. Union Timber. Keanekaragaman Suaka Margastawa Bukit Rimbang Bukit Baling (SM. BRBB) keberadaanya sedang terancam, Penyebabnya adalah diantaranya; lemahnya pengawasan pemerintah dalam melindungi kawasan lindung, proses penetapan kawasan lindung SM. BRBB yang tidak tepat, dan lain-lain.  

Proses pengukuhan dan penetapan SM. BRBB sebenarnya tidak terlalu jelas.  Kenegerian dan desa-desa yang berada di areal SRMBB tidak terlalu memahami bagaimana proses pengukuhan dan penetapan SRMBB.  Seharusnya pengukuhan dan penetapan suatu wilayah menjadi kawasan hutan negara haruslah berlangsung transparan.  Di dalam kawasan hutan negara seharusnya tidak ada hak-hak atau klaim pihak lain atas areal di dalamnya.  Proses pengukuhan dan penetapan SMBRBB seharusnya disertai dengan diskusi dan berita acara untuk tempat-tempat yang dilalui trayek tata batas SRMBB.  Proses dan standar tata batas dalam proses pengukuhan SMRBB diragukan telah dilangsungkan dengan sebenar-benarnya. Padahal dengan ditetapkannya SMRBB bisa menyebabkan kerugian dan gangguan terhadap kehidupan di 16 Kenegerian yang ada di dalamnya.

Dampak yang sedang di hadapi masyarakat adat Kenegerian Batu Sanggan terhadap kebijakan ini adalah terisolasi masyarakat dari akses informasi dan pembangunan, yaitu jalan darat yang dapat menghubungkan dengan daerah lainnya, masyarakat memerlukan biaya yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Pangan, Bensin, Pendidikan, dan Kesehatan), di anggap sebagai pencuri di wilayah sendiri, seperti memanfaatkan kayu di hutan untuk alat transportasi sungai (Sampan).