Senin, 28 November 2011

BANJIR BANDANG KAMPARKIRI HULU

Dalam hitungan satu jam air Sungai Beruik bagian dari anak Sungai Subanyang tepat nya di sebelah Desa Aurkuning mengamuk di akibatkan hujan yang tak henti semalaman ful, dan menelan korban jiwa 2 orang dinyatakan tewas dan miliyaran kerugian Masyarakat Adat yang berada di aliran Subayang tersebut.
                                                                                      diantara 11 Desa yang di landa Banjir terse
but, 4 diantaranya yang paling parah,Desa Batu Sanggan,Aurkuning,Gajah Bertalut.Tanjung Beringin,Sarana pendidikan yang tak bisa lagi pasilitas yang ada di pergunakan SMP,  SD,  MDA.

Dan Warga setempat sangat mengharabkan bantuan dari pemerintah, komunitas Adat yang tersapu arus banjir ini tak memiliki akses jalan darat
hanya bisa melewati transportasi Sungai dan sangat serba salah untuk menuju ke kampung mereka, apa lagi kampung-kampung yang paling Hulu. kondisi di Sungai Subayang tersebut Bebatuannya sangat besar-besar.
apa bila musim kemarau tiba, Sungai Subayang tersebut sangat dangkal. juga semakin tambah sulit untuk di tempuh, mereka hanya bisa memakai Sampan dari kayu yang  muatannya  2-3 orang.

BANJIR BANDANG KAMPAR KIRI HULU, Kab KAMPAR

Kamis, 24 November 2011

Testing Upload

Propinsi Riau sangat kaya dengan sumber daya alam-nya (SDA ), selain migas Riau juga
memiliki hutan alam tropis dataran rendah yang sangat luas. Hutan di Riau ditumbuhi oleh
jenis kayu yang berkualitas tinggi seperti: ramin, meranti, kempas dan lainnya. Di hutan
Riau juga hidup berbagai jenis satwa yang sudah hampir punah seperti gajah Sumatera,
harimau Sumatera, tapir Melayu dan juga berbagai jenis satwa burung. Dari hasil penelitian
yang pernah dilakukan, hutan riau memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi. Bagi masyarakat Riau hutan memiliki arti yang sangat penting selain sebagai sumber
ekonomi hutan juga memiliki arti relegius sehingga dalam pengelolaannya memiliki kearifan
(aturan-aturan) untuk menjaga kelestarian hutan.


Sejak tahun 70-an ekspoitasi secara besar-besaran dengan tujuan komersil meningkat
dengan pesat, akibatnya hutan di Riau mulai mengalami kerusakan yang cukup signifikan.
Kerusakan hutan terus terjadi seiring dengan semakin banyaknya kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah berupa ijin hak penguasaan Hutan (HPH) kepada perusahaan swasta dan
ijin konversi guna membuka lahan perkebunan skala besar. Kebijakan pemerintah yang ada
sering kali mengabaikan hak-hak masyarakat lokal/adat, yang ada sebelum kebijakan itu
dikeluarkan. Akses masyarakat terhadap hutan menjadi hilang, kearifan tradisional yang
selama ini dimiliki mulai terkikis yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kemiskinan
pada masyarakat adat/lokal.
Faktor lain yang menyebabkan kerusakan sumber daya hutan di propinsi Riau adalah
tingginya kebutuhan kayu (demand) untuk perusahaan industri kayu dibandingkan produksi
kayu bulat (supply) yang dihasilkan dari hutan alam maupun hutan tanaman. Dekade 80-an
merupakan awal dari pertumbuhan perusahaan industri pengolahan kayu (sawmills, plymills,
pulp & paper serta pengolahan kayu lanjutan) di propinsi Riau. Ketidakseimbangan antara
kebutuhan kayu dengan persediaan kayu menyebabkan setiap industri pengolahan kayu harus
bersaing untuk mendapatkan supply kayu dari hutan-hutan alam dan juga dari hutan tanaman,
baik itu secara legal maupun ilegal untuk menutupi kekurangan bahan baku yang diperlukan.
Forest Watch Indonesia memiliki peran strategis dalam proses demokratisasi pengalokasian
dan pengelolaan sumberdaya hutan dengan cara mengembangkan transparansi informasi
kehutanan melalui kegiatan monitoring dan penguatan simpul-simpul monitoring yang
terdesentralisasi. Peran tersebut agak sulit dilakukan tanpa ada kapasitas sumberdaya manusia
dan peralatan yang mendukung, oleh karena itu maka pelatihan tersebut sangat dibutuhkan.
Sesuai kebutuhan tersebut dan dalam rangka penguatan simpul FWI maka sekretariat
FWI akan mengirimkan staf-nya dan untuk mengadakan Pelatihan GIS dan Remote Sensing
yang dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2004 – 3 Nopember 2004 di Yayasan Hakiki,
Pekan Baru, Riau.